BerdayaNews, Jakarta — Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kalimantan Selatan bukan sekadar peristiwa hukum biasa. Ketika Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU) ikut diamankan, publik berhak bertanya: apa yang sebenarnya sedang terjadi di balik penegakan hukum daerah?

OTT ini kembali membuka luka lama dalam sistem penegakan hukum Indonesia—bahwa korupsi tidak hanya terjadi di sektor pelayanan publik, tetapi juga di jantung lembaga yang seharusnya menegakkan hukum itu sendiri.

Masalahnya Bukan Sekadar Oknum

Narasi “oknum” kerap digunakan setiap kali aparat penegak hukum terjerat kasus korupsi. Namun fakta berulang menunjukkan pola yang sama: jabatan strategis, kewenangan besar, dan ruang diskresi luas tanpa pengawasan efektif.

Posisi Kajari dan Kasi Intel bukan jabatan teknis biasa. Keduanya memegang kendali atas:

  • penanganan perkara,

  • pengamanan proses hukum,

  • intelijen penegakan hukum,

  • hingga komunikasi dengan pihak-pihak yang sedang berhadapan dengan hukum.

Jika jabatan sepenting ini terlibat dalam OTT, maka persoalannya patut diduga bukan insidental, melainkan indikasi adanya kerentanan sistemik.

Pertanyaan Publik yang Tidak Bisa Dihindari

OTT KPK di HSU memunculkan sejumlah pertanyaan krusial yang harus dijawab secara terbuka:

  1. Perkara apa yang sedang ditangani atau “diamankan”?

  2. Apakah ada upaya penghentian, perlambatan, atau pengondisian perkara?

  3. Siapa pihak pemberi, dan kepentingan apa yang sedang dilindungi?

  4. Apakah praktik serupa telah berlangsung lama tanpa terdeteksi?

Baca juga :  Presiden Prabowo Bahas Isu Strategis dan Bawa Lima Hasil Nyata dari Australia: Hubungan Indonesia–Australia Semakin Erat dan Saling Menguntungkan

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan prasangka, melainkan hak publik dalam negara demokrasi.

Krisis Kepercayaan yang Kian Dalam

Kasus ini menjadi pukulan serius bagi kepercayaan masyarakat terhadap institusi kejaksaan, khususnya di daerah. Ketika aparat yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan justru diduga bermain di wilayah abu-abu kekuasaan, masyarakat kecil kehilangan harapan untuk memperoleh keadilan yang bersih dan setara.

Lebih berbahaya lagi, praktik seperti ini—jika dibiarkan—akan menciptakan pesan keliru:

Hukum bisa dinegosiasikan, selama ada akses dan kekuasaan.

KPK Tidak Boleh Berhenti di Permukaan

Publik menuntut KPK tidak berhenti pada penangkapan simbolik. Yang dibutuhkan adalah:

  • pembongkaran konstruksi perkara secara utuh,

  • penelusuran aliran uang dan jejaring kepentingan,

  • serta pengungkapan apakah ada keterlibatan pihak lain, baik di internal kejaksaan maupun eksternal.

OTT hanya pintu masuk. Keberanian KPK diuji pada sejauh mana ia mau dan mampu membongkar sistem di balik peristiwa ini.

Kronologis OTT KPK di Hulu Sungai Utara (HSU)

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari sumber penegak hukum dan rangkaian peristiwa yang terkonfirmasi, Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, berlangsung melalui tahapan berikut:

  1. Pemantauan Awal dan Informasi Intelijen
    KPK terlebih dahulu menerima dan memverifikasi informasi adanya dugaan transaksi terkait penyalahgunaan kewenangan dalam penanganan perkara di lingkungan Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara. Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti melalui pengumpulan bahan keterangan dan pemantauan intensif.

  2. Pengintaian Terhadap Pihak-Pihak Terkait
    Tim KPK melakukan pengintaian terhadap sejumlah pihak yang diduga terlibat, termasuk pejabat struktural di Kejaksaan Negeri HSU. Pengawasan dilakukan untuk memastikan adanya peristiwa hukum yang memenuhi syarat OTT, yakni transaksi atau kesepakatan yang berkaitan langsung dengan dugaan tindak pidana korupsi.

  3. Penindakan di Lokasi Terpisah
    Pada hari pelaksanaan OTT, tim KPK bergerak secara simultan di beberapa titik di wilayah Hulu Sungai Utara. Dalam operasi tersebut, KPK mengamankan:

    • Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) HSU,

    • Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari HSU,

    • serta pihak lain yang diduga berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani.

  4. Pengamanan Barang Bukti Awal
    Dalam OTT tersebut, penyidik KPK turut mengamankan barang bukti awal yang diduga berkaitan dengan transaksi suap atau gratifikasi. Jenis dan nilai barang bukti masih didalami dan akan diumumkan secara resmi oleh KPK.

  5. Pemeriksaan Intensif Pasca-OTT
    Seluruh pihak yang diamankan kemudian dibawa untuk menjalani pemeriksaan intensif. KPK memiliki waktu maksimal 1 x 24 jam untuk menentukan status hukum pihak-pihak tersebut, sesuai ketentuan hukum acara pidana.

  6. Pendalaman Konstruksi Perkara
    Hingga saat ini, KPK masih mendalami:

    • konstruksi perkara yang melatarbelakangi OTT,

    • peran masing-masing pihak,

    • aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain,

    • serta apakah praktik tersebut bersifat insidental atau bagian dari pola yang lebih luas.

Baca juga :  OPINI REDAKSI | Audit Dijual, Publik Dirugikan

Catatan Penting untuk Publik

KPK menegaskan bahwa OTT dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan bukan tindakan spontan. Seluruh pihak yang diamankan tetap diperlakukan sesuai asas praduga tak bersalah hingga adanya penetapan status hukum secara resmi.

Namun demikian, penangkapan pejabat kejaksaan pada level strategis ini memperkuat urgensi pembongkaran konstruksi perkara secara menyeluruh, tidak berhenti pada pelaku lapangan semata.

Momentum Bersih-Bersih Penegakan Hukum

Kasus HSU seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap:

  • sistem pengawasan internal kejaksaan,

  • mekanisme rotasi dan promosi jabatan strategis,

  • serta relasi tidak sehat antara penegak hukum dan pihak yang berperkara.

Tanpa pembenahan struktural, OTT hanya akan menjadi siklus: tangkap, heboh, lalu lupa—sementara praktiknya terus berulang dengan aktor berbeda.

Menunggu Keberanian Negara

Kini bola ada di tangan negara:
apakah akan membersihkan institusi secara serius, atau kembali berlindung di balik narasi “oknum”.

Publik menunggu, bukan sekadar penetapan tersangka, tetapi pembuktian bahwa hukum masih punya keberanian untuk membersihkan dirinya sendiri.

BerdayaNews akan terus mengawal kasus ini. fs