BerdayaNews.com, Jakarta — Sekolah seharusnya menjadi tempat pendidikan, pembentukan akhlak, dan penanaman nilai kejujuran bagi generasi bangsa. Namun sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kasus korupsi yang melibatkan kepala sekolah justru menunjukan kondisi sebaliknya. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang mestinya menjadi penopang utama kegiatan belajar-mengajar, malah dijadikan ladang keuntungan bagi sejumlah oknum.

Fenomena ini bukan lagi cerita satu-dua kasus. Dari Bekasi hingga Flores Timur, dari Bima hingga Kupang, laporan penyalahgunaan anggaran sekolah terus bermunculan. Para ahli menyebut kondisi ini sebagai “darurat integritas pendidikan”.

Kasus Bekasi: Kepala SD Korupsi Rp 651 Juta Selama 8 Tahun

Kasus terbaru yang mencuri perhatian terjadi di Kabupaten Bekasi. Seorang kepala sekolah dasar berinisial AA, bersama bendahara sekolah yang juga istrinya, ditangkap polisi karena diduga menggelapkan dana sekolah sejak tahun 2014 hingga 2022. Total dugaan kerugian negara mencapai Rp 651.732.500.
Modus yang digunakan pun beragam, mulai dari:

  • membuat laporan BOS palsu,
  • menggandakan pembayaran tagihan,
  • menaikkan harga kegiatan dan pengadaan barang,
  • hingga memalsukan nota dan kwitansi.

Lebih ironis lagi, dana yang diambil seharusnya digunakan untuk sarana belajar siswa: membeli buku, memperbaiki fasilitas sekolah, atau mendukung kegiatan pendidikan. Sebaliknya, dana itu dipakai untuk kebutuhan pribadi.

Kasus Bekasi ini menjadi contoh nyata bahwa korupsi tidak hanya terjadi di instansi besar, tetapi juga di lembaga pendidikan paling dasar. Bukan Kasus Terpencil: Sejumlah Kepala Sekolah juga Terlibat di Daerah Lain

Baca juga :  Presiden Prabowo Dapat “Raport Diplomasi G20” dari Wapres Gibran di Istana Merdeka

BerdayaNews.com mencatat sejumlah kasus lain yang turut mencoreng dunia pendidikan:

  • Flores Timur, Kepala SMK Negeri 1 Larantuka, Lusia Tuti Fernandez, ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menyelewengkan dana BOS dan dana komite sekitar Rp 323 juta.
  • Bima, Nusa Tenggara Barat, Kepala SMAN 1 Woha dijerat hukum karena memotong dan menggelapkan dana BOS hingga Rp 200 juta.
  • Nunukan, Kupang, Gowa, Sejumlah kepala sekolah lainnya diperiksa aparat penegak hukum karena diduga melakukan mark-up pengadaan, kegiatan fiktif, serta manipulasi laporan BOS.

Rentetan kasus ini menegaskan bahwa korupsi di sekolah bukan sekadar perilaku individu, tetapi masalah nasional yang perlu perhatian serius.

Mengapa Kepala Sekolah Terjerumus Korupsi? Ini Penyebab Utamanya:

Para ahli pendidikan dan lembaga antikorupsi menyebut ada sepuluh penyebab terbesar yang membuat kepala sekolah tergoda menyalahgunakan dana:

1. Wewenang terlalu besar di tangan kepala sekolah; semua keputusan keuangan, mulai dari pembelian barang hingga penunjukan vendor, berada di bawah kendali satu orang.

2. Laporan keuangan mudah dipalsukan; nota palsu, kegiatan fiktif, hingga kwitansi duplikasi adalah modus umum.

3. Pengawasan lemah; Komite sekolah sering pasif, guru tidak berani bertanya, dan dinas pendidikan jarang melakukan audit menyeluruh.

4. Budaya sekolah tertutup; banyak kepala sekolah tidak transparan terhadap guru maupun orang tua.

Baca juga :  Kemenhut Tindak 11 Entitas Usaha Diduga Terlibat Kerusakan Hutan Pemicu Banjir di Sumut

5. Gaya hidup melebihi pendapatan; beberapa kasus terbongkar karena pelaku mengejar gaya hidup yang tidak sesuai gaji.

6. Pendidikan integritas yang minim; Pelatihan kepala sekolah umumnya fokus pada manajemen, bukan pembentukan akhlak dan etika jabatan.

7. Rekrutmen jabatan tidak selalu bersih; jika promosi kepala sekolah dipengaruhi “biaya jabatan” atau kedekatan tertentu, potensi korupsi meningkat.

8. Lemahnya sistem digital; tidak semua sekolah memanfaatkan Arkas, SIPLah, dan BOS Online secara disiplin.

9. Tidak adanya sanksi tegas; beberapa pelanggaran kecil sering dibiarkan, akhirnya menjadi kebiasaan buruk.

10. Rasa kebal hukum; Ketika kepala sekolah merasa tak akan diperiksa, korupsi menjadi lebih berani dilakukan.

Pola Modus Korupsi yang Paling Sering Dilakukan Oknum Kepala Sekolah

Dari berbagai laporan, BerdayaNews.com menemukan pola korupsi di sekolah cenderung berulang:

  • Kegiatan fiktif yang tidak pernah dilakukan
  • Mark-up pengadaan barang
  • Nota palsu dan bukti pembayaran tidak valid
  • Pemotongan dana BOS sebelum dibagikan
  • Pungutan liar kepada orang tua
  • Penggunaan dana untuk kepentingan pribadi

Sebagian besar kasus menggunakan kombinasi dari modus-modus ini.

Dampaknya Sangat Berat: Siswa dan Guru Jadi Korban Pertama

Korupsi di sekolah lebih berbahaya dibanding korupsi di sektor lain, karena:

  • fasilitas sekolah menjadi buruk,
  • kegiatan belajar dibatasi karena dana “habis”,
  • guru bekerja tanpa dukungan memadai,
  • dan yang paling menyedihkan: siswa belajar dari teladan yang salah.
Baca juga :  Tajimalela FA U-14 Sabet Juara Singa Cup 2025 di Singapura, Harumkan Nama Kota Bekasi di Kancah Internasional

Ketika kepala sekolah berperilaku koruptif, nilai kejujuran yang diajarkan di kelas menjadi tidak bermakna.

Solusi atau Cara Paling Ampuh Mencegah Korupsi di Sekolah; Para pakar menyampaikan beberapa solusi yang benar-benar efektif:

  • Transparansi total, semua laporan BOS wajib dipublikasikan setiap tiga bulan.
  • Pengawasan berlapis, guru, komite sekolah, orang tua, dan dinas harus mengawasi bersama.
  • Digitalisasi pengelolaan dana, menggunakan Arkas, SIPLah, BOS Online, dan bukti transfer resmi.
  • Audit mendadak dan rutin, Kepala sekolah yang tahu audit bisa datang kapan saja cenderung lebih berhati-hati.
  • Kepala sekolah tidak boleh memegang uang, Bendahara dan tim pengadaan harus memegang peran sesuai fungsinya.
  • Pendidikan integritas, Pelatihan anti-korupsi harus menjadi bagian wajib bagi kepala sekolah.

Reformasi Sekolah adalah Reformasi Masa Depan Bangsa

Korupsi di sekolah bukan hanya merugikan anggaran negara, tetapi merusak masa depan anak-anak Indonesia. Setiap rupiah yang hilang adalah fasilitas belajar yang tidak terwujud, buku yang tidak terbeli, dan kesempatan belajar yang terputus.

Untuk itu, dunia pendidikan membutuhkan perubahan besar: sekolah yang transparan, kepala sekolah yang jujur, dan pengawasan masyarakat yang kuat.

BerdayaNews.com akan terus mengawal isu ini agar pendidikan Indonesia kembali berada di jalur yang bersih, bermartabat, dan berpihak pada siswa.fs