BerdayaNews.com, Jakarta – Banjir dan longsor yang menghantam Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat secara serentak menjadi ujian besar, sekaligus kritik keras alam terhadap tata kelola lingkungan di Pulau Sumatra. Langit menurunkan hujan ekstrem, tetapi bumi kehilangan daya serap akibat hutan kritis, alih fungsi lahan, dan sedimentasi Daerah Aliran Sungai (DAS).
Presiden Prabowo Subianto memerintahkan mobilisasi 4 pesawat angkut berat (3 Hercules, 1 A400M) membawa tenda, perahu karet, alat komunikasi, bahan makanan, dan tim medis ke bandara terdekat wilayah terdampak. Instruksi Presiden jelas: bantuan tidak boleh menunggu air surut, harus sampai ke daerah terdalam.
Menhub Turun Bicara
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai, bencana ini menuntut perbaikan lintas komando, namun prioritas mitigasi harus bergeser ke hulu.
“Kami siagakan logistik, kami percepat evakuasi. Tetapi ke depan, fokus negara harus menyelamatkan DAS dan hutan resapan di Bukit Barisan. Kita tidak bisa melawan hujan, tapi kita harus memperbaiki bumi,” ujar Menhub.
Mendagri Ingatkan Fungsi Tata Ruang
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyoroti dimensi politik tata ruang daerah yang selama ini sering mengabaikan zona resapan air.
“Tata ruang yang abai environment adalah undangan bagi banjir besar. Mendagri akan dorong audit RTRW daerah flood-plain dan resapan. Celah kebijakan harus ditutup,” tegasnya.
Solusi Prioritas menyelamatkan dari Bencana
-
Rehabilitasi hutan kritis di hulu Bukit Barisan
-
Moratorium pembukaan lahan di area resapan/DAS strategis
-
Normalisasi sungai & perkuatan tanggul, embung, kolam retensi
-
Sistem peringatan dini + komando darurat siap sebelum puncak hujan
“Banjir besar bukan soal air semata, tapi soal keputusan kita mengelola ruang. Ini momentum politik lingkungan: selamatkan hulu, atau banjir akan terus memilih jalannya sendiri.”
Sekilas Perlakuan Paling Tragis yang Merusak Alam Sumatra
1. Deforestasi masif di Pegunungan Bukit Barisan
Hutan lindung di sepanjang Bukit Barisan ditebang untuk perkebunan, industri, dan pertanian skala besar
Lereng gunung yang seharusnya menjadi spons alami penyerap air berubah menjadi tanah terbuka yang mudah longsor
2. Alih fungsi hutan menjadi perkebunan monokultur
Contohnya yang paling dominan:
Sawit
Karet
Akasia & eukaliptus untuk industri pulp-kertas
Dampak tragisnya:
Akar tanaman monokultur tidak sekuat pohon hutan asli
Lapisan serasah dan humus hilang, padahal itu penyerap air terbesar
Tanah jadi cepat jenuh, air langsung run-off ke sungai dan pemukiman
3. Kerusakan akibat tambang di area hulu dan pesisir
Penambangan emas, batu bara, nikel, timah, dan mineral lain sering membuka lahan luas
Lubang tambang ditinggalkan tanpa reklamasi optimal → menjadi kolam tanpa kontrol yang mengganggu kontur tanah
Aktivitas tanah besar di hulu tambang memicu erosi dan pendangkalan sungai
4. Sungai dijadikan “selokan raksasa” akibat sedimentasi
Penyebabnya:
Tanah hulu yang terkikis karena hutan hilang
Material longsor dan sisa kegiatan industri/penambangan turun mengikuti arus
Akibatnya:
Kapasitas tampung sungai menyusut hingga puluhan persen
Sungai tidak lagi muat menampung debit hujan ekstrem
Menghasilkan banjir bandang bercampur lumpur dan material batu
5. Perusakan gambut secara sistematis
Lahan gambut dibuka dengan kanalisasi drainase besar-besaran
Gambut yang seharusnya menyimpan air seperti reservoir justru dikeringkan
Saat hujan, air tidak tersimpan → meluap; saat kemarau → mudah terbakar, menghasilkan kerusakan jangka panjang pada ekosistem
6. Kebakaran hutan tahunan
sering akibat pembukaan lahan dengan pembakaran murah
kabut asap merusak vegetasi, fauna, dan kesehatan jutaan manusia
lahan bekas terbakar kehilangan struktur tanah → makin rentan longsor dan banjir susulan
7. Drainase dan tata ruang kota yang menutup semua ruang air
Banyak izin bangunan dan tata ruang mengabaikan flood-plain dan zona resapan
Kota berkembang lebih cepat dari kemampuan alam menampung
Bukan perusakan hutan, tapi perusakan ruang air di hilir
Benang Merah Tragisnya perlakuan terhadap Alam
Hulu: Hutan hilang → tanah tergelincir → air turun cepat
Hilir: Sungai dangkal → drainase tertutup → pemukiman jadi laut daratan
Sehingga ketika hujan ekstrem regional datang:
Hulu tidak menyerap
Sungai tidak menampung
Kota tidak mengalirkan
Rakyat menjadi korban
Jadi
“Bencana banjir di Sumatra bukan hanya karena hujan besar, tetapi karena negara terlalu permisif pada pembukaan hutan, dan terlalu lambat menegakkan perbaikan di hulu.”
“Hutan di Bukit Barisan dirawat, air akan tersimpan. Dibiarkan rusak, air akan menyerang.”fs





