BerdayaNews.com, BEKASI – Rotasi besar-besaran terjadi di balai kekuasaan Kota Bekasi. Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, resmi melantik 44 pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, terdiri dari 40 Administrator (Eselon III) dan 4 Pengawas (Eselon IV), pada Kamis (27/11) pagi di Aula KH Nonon Sontanie, Kantor Wali Kota Bekasi.

Namun, ini bukan sekadar seremonial rutin. Ini adalah konsolidasi birokrasi di tengah tekanan publik agar mesin pemerintahan Bekasi bekerja lebih cepat, lebih bersih, dan lebih berpihak.

Di hadapan para pejabat yang baru saja disumpah, Tri berbicara seperti seorang komandan lapangan, bukan orator di panggung.

“Pelantikan ini bukan momentum nyaman-nyaman saja. Ini isyarat bahwa birokrasi harus berlari. Kota Bekasi bukan kota kecil, ini barak pelayanan publik jutaan warga. Republik ini dibangun bukan hanya di Istana, tapi dari meja layanan di daerah,” kata Tri, dalam nada politis yang menohok.

Sambil menatap jajaran yang dilantik, ia menegaskan bahwa rotasi jabatan adalah instrumen politik organisasi, bukan sekadar pergeseran kursi.

“Ini kebutuhan organisasi. Pola karir. Tetapi satu hal yang tidak boleh bergeser: orientasi kita tetap rakyat. Saya minta, jangan berada di zona nyaman. Pejabat yang lambat itu bukan bagian dari kami,” imbuhnya.

Banjir Jabatan, Tetapi Dihujani Pesan Tanggung Jawab

Tri menegaskan bahwa bencana terbesar birokrasi bukan banjir atau kemacetan, melainkan: stagnasi, ego sektoral, dan abainya tupoksi.

“Bekasi bisa punya gedung megah dan anggaran besar, tapi kalau warga masih pulang membawa kekecewaan dari counter pelayanan, artinya kita gagal sebagai negara,” tegasnya.

Dalam arahannya, ia mengirim pesan politis yang mengisyaratkan perang besar melawan mental birokrasi lama:

  • Kecepatan respons = legitimasi politik
  • Adaptasi cepat = keberpihakan negara hadir
  • Avsec mindset (deteksi modus) = budaya baru birokrasi Bekasi
  • Pelayanan publik = arena kepemimpinan riil
Baca juga :  Bertemu Presiden Prabowo, Ignasius Jonan Apresiasi Program Kerakyatan dan Diplomasi Luar Negeri

Dengan seruan ini, Wali Kota menempatkan pelantikan sebagai momentum politik tata kelola pemerintahan — yang jika tidak dijalankan dengan cepat, bisa menggerus kepercayaan publik pada pemerintahannya sendiri.

Siapa Saja yang Dilantik? Publik Masih Menunggu Transparansi Lampiran Nama

Meski pelantikan diumumkan, Humas Pemkot Bekasi dalam rilis resminya tidak mencantumkan daftar nama 44 pejabat yang dilantik, membuat publik dan wartawan belum bisa memverifikasi rincian OPD asal dan jabatan baru masing-masing pejabat.

Ketiadaan daftar ini sering memicu kecurigaan di era politik keterbukaan, meski dalam acara pribadi sang Wali Kota menekankan kehadiran negara di lapangan.

“Birokrasi boleh dirotasi, tapi informasi tidak boleh diisolasi. Keterbukaan detail pejabat yang dilantik adalah kebutuhan zaman,” ujar seorang pengamat tata kelola pemerintahan Bekasi, merespons dinamika ini.

Narasi Politik yang Disepakati: Negara Hadir, Dealer Tidak Lolos, Pejabat Harus Bekerja

Meski isu pengawasan kerap menghantui fasilitas strategis di banyak daerah industri, di Balai Kota Bekasi pesan Tri mengunci satu hal:

“Negara selalu hadir dalam pelayanan. Jaringan luar boleh bermodal besar, tapi pejabat harus bermodal kerja.fs