BerdayaNews.com, Jakarta — Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub), Suntana, menegaskan bahwa Bandara Morowali, yang berada di kawasan industri dan pertambangan Morowali, Sulawesi Tengah, berstatus terdaftar resmi serta berada di bawah pengawasan langsung pemerintah.

Pernyataan ini disampaikan menjawab sorotan publik yang menguat setelah Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menilai bandara di jantung industri nikel nasional itu beroperasi tanpa perangkat negara yang seharusnya hadir.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 26 November 2025, Suntana memastikan bahwa negara tidak pernah absen dalam pengawasan fasilitas strategis tersebut. Ia menegaskan bahwa pemerintah telah menempatkan berbagai personel lintas-instansi di lokasi bandara.

“Kami sudah menempatkan beberapa personel resmi di sana — dari Bea Cukai, Kementerian Perhubungan, Otoritas Bandara. Negara hadir dan terus mengawasi,” ujar Suntana.

Meski sempat tergagap dalam penyebutan unsur, ia segera meluruskan dan kembali menekankan aspek legalitas bandara:

“Terdaftar, itu terdaftar. Tidak mungkin bandara tidak terdaftar. Jadi dari sisi legalitas, tidak ada yang perlu dipertanyakan,” lanjutnya.

Pernyataan tersebut disampaikan usai menghadiri rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian, menandakan bahwa isu ini kini berada dalam radar lintas-sektor strategis, tidak hanya perhubungan dan pertahanan, tetapi juga ekonomi dan pemerintahan daerah.

Komentar Menteri Perhubungan (Menhub)

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi turut memberikan sikap tegas atas polemik ini. Ia menilai pemeriksaan publik terhadap Morowali adalah hal wajar, mengingat kawasan tersebut merupakan motor hilirisasi industri terbesar di Asia Tenggara.

“Morowali adalah etalase ekonomi Indonesia. Kami pastikan standar pengawasan, keamanan, dan kedaulatan di semua fasilitas transportasi, termasuk bandara, berjalan sesuai regulasi nasional dan internasional. Kami juga akan memperkuat kehadiran otoritas bandara secara permanen di sana,” kata Menhub dalam pernyataan resminya.

Ia menambahkan bahwa Kemenhub akan meningkatkan audit fasilitas, sistem radar, serta kontrol lalu lintas udara (ATC) untuk memastikan tidak ada celah pengawasan ke depan.

Baca juga :  LSM RIB Minta KPK Kawal Ketat Seleksi Sekda Bekasi 2025, Isu Calon Kuat dari Keluarga Bupati Mencuat

Komentar Menteri Dalam Negeri (Mendagri)

Dari sisi pemerintahan daerah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa tidak boleh ada fasilitas strategis yang berdiri tanpa sinkronisasi tata kelola pusat-daerah.

“Kami akan cek kembali aspek perizinan dan pengawasan dari perspektif administrasi wilayah. Pemerintah daerah wajib menjalankan fungsi kontrol dan pelaporan. Jika ada kekosongan fungsi negara di lapangan, baik di bandara atau fasilitas lain, maka harus segera diisi. Tidak boleh ada grey area yang bisa mengganggu stabilitas nasional,” ujar Mendagri.

Tito juga memastikan akan menerbitkan instruksi pembinaan dan pengawasan khusus ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Morowali terkait keberadaan fasilitas transportasi di kawasan industri.

Sorotan Menhan Picu Pemeriksaan Lintas-Sektor

Sebelumnya, Sjafrie Sjamsoeddin menyoroti kehadiran negara di bandara kawasan industri saat membahas aktivitas intercept dalam latihan TNI. Ia menyebut adanya kondisi bandara yang tidak memiliki perangkat negara bertugas di dalamnya.

“Ini adalah anomali di dalam NKRI. Celah pengawasan di bandara dekat jalur laut strategis bisa mengancam kedaulatan ekonomi dan stabilitas nasional,” tegas Sjafrie.

Meski tidak merinci perangkat negara yang dimaksud absen, pernyataan ini dipandang sebagai alarm dini atas kebutuhan pengawasan, keamanan, dan aspek kedaulatan di bandara dekat Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan III, area yang menentukan arus logistik nasional serta pertahanan.

Baca juga :  Kadistrik Bugukgona, Wanti Wakerkwa Sikapi Pemalangan dan Serahkan Bantuan Dana Sosial ke 13 Kampung

Risiko pada Kedaulatan & Ekonomi ingatkan bahwa minimnya pengawasan resmi pada bandara strategis dapat memicu kerawanan berlapis — penyelundupan logistik, kebocoran devisa, hingga risiko pertahanan di wilayah dekat jalur laut nasional strategis.

Namun, baik Wamenhub, Menhub, maupun Mendagri menegaskan satu benang merah yang sama: negara memastikan kehadiran dan pengawasan, serta siap memperkuat titik-titik kewenangan resmi di lapangan.

“Negara tidak akan berhenti menindak kegiatan ilegal yang merugikan kekayaan nasional,” tutup Sjafrie, menegaskan komitmen penegakan hukum dan pengamanan aset negara.

Celah Penyimpangan yang Paling Sering Terjadi pada Bandara di Kawasan Industri/Pertambangan:

1. Operasi tanpa pengawasan otoritas bandara secara permanen

  • Tidak ada Airport Authority / Unit Penyelenggara Bandara (UPBU) atau perwakilan pemerintah yang berkantor langsung di bandara setiap hari.

  • Jika benar kosong, ini melanggar prinsip bahwa ruang udara & fasilitas bandara wajib diotori oleh negara, meski terdaftar.

2. Lalu lintas kargo dan penumpang yang tidak diawasi penuh

Potensinya:

  • Kargo tambang/industri dikirim tanpa pemeriksaan bea cukai memadai

  • Risiko undervaluation (nilai barang dilaporkan lebih rendah) → memicu kebocoran PNBP dan devisa

3. Potensi penyelundupan barang strategis

Kalau terjadi, bentuk penyimpangan bisa meliputi:

  • Masuk/keluar barang ilegal (contoh yang sering terdeteksi di bandara industri: sparepart tanpa dokumen, elektronik, obat-obatan, alkohol, logistik proyek, bahkan bahan kimia tertentu)

  • Tidak melalui prosedur customs clearance yang benar

4. Bandara digunakan seperti fasilitas privat tanpa koordinasi militer-sipil

Contoh penyimpangan tata kelola:

  • Jadwal penerbangan tidak tercatat/terlaporkan penuh ke sistem air traffic management nasional

  • ATC atau Flight Approval tidak terhubung jelas dengan otoritas ruang udara RI, terutama berbahaya karena dekat ALKI II & III

5. Tidak terpenuhinya standar keamanan dan pengawasan penerbangan

Jika terjadi, bisa dikategorikan pelanggaran:

  • Tidak ada personel Aviation Security (Avsec) Kemenhub secara langsung

  • Tidak ada X-Ray atau pemeriksaan keamanan standar bandara sipil

  • Tidak ada sistem pengawasan pergerakan orang/barang yang jelas

6. Potensi pelanggaran soal penguasaan ruang udara

Kalau bandara:

  • Dipakai untuk aktivitas yang tidak tercatat di otoritas ruang udara, atau

  • Ada flight clearance khusus yang dikelola di luar mekanisme negara,
    maka bisa melanggar UU Penerbangan & UU Pengelolaan Ruang Udara.

Kaitannya dengan Narasi Menhan

Ketika Menhan menyebut:

“Bandara tanpa perangkat negara, anomali NKRI, ancaman kedaulatan ekonomi & stabilitas nasional”

Yang kemungkinan beliau maksud bukan status terdaftarnya, tetapi:

  • Apakah instansi negara hadir di sana secara nyata & permanen, bukan hanya secara administrasi.

  • Apakah aliran kargo dan penerbangan berada di bawah kontrol sistem negara, bukan sekadar “tercatat di atas kertas”.

  • Adanya risiko kebocoran devisa, penyelundupan, dan blind spot keamanan karena bandara berada di kawasan industri besar dan dekat alur laut strategis (ALKI).

Kalau semua celah itu benar terjadi, implikasinya bisa seperti ini:

`Negara tidak menjadi pengendali penuh aktivitas perhubungan di kawasan industri
`Potensi kebocoran pendapatan negara dari sektor kepabeanan & pertambangan
`Risiko logistik masuk/keluar tanpa pengawasan strategis
`Blind spot pertahanan negara di jalur laut strategis
`Pemerintah daerah bisa dianggap lalai dalam fungsi administrasi & koordinasi. fs