BerdayaNews.com, Bekasi/Cirebon — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti penurunan kinerja pencegahan korupsi pada sejumlah pemerintah daerah di Jawa Barat, khususnya Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Cirebon. Capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) kedua daerah ini menunjukkan tren menurun dan memunculkan kekhawatiran mengenai kualitas tata kelola pemerintahan.

Kabupaten Bekasi Terjun ke Zona Merah dengan Skor 44,4

Per 18 November 2025, Kabupaten Bekasi hanya meraih 44,4 poin, menjadikannya salah satu daerah dengan capaian MCP terendah di Jawa Barat. Nilai ini berarti Bekasi baru memenuhi sekitar 44% standar pencegahan korupsi KPK, dan lebih dari setengah indikator strategis masih belum berjalan optimal.

Dengan skor tersebut, Kabupaten Bekasi masuk dalam zona merah pengawasan, kategori yang mengindikasikan tingginya potensi penyimpangan pada sejumlah sektor pemerintahan. Beberapa faktor yang menjadi perhatian KPK meliputi:

  • Pengawasan internal yang lemah

  • Dokumen pelaporan yang tidak lengkap

  • Manajemen aset yang tidak tertata

  • Pengadaan barang dan jasa yang belum transparan

  • Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum maksimal

Baca juga :  ARTIKEL ANALISIS HUKUM KUHAP Baru vs KUHAP Lama: Perubahan Mendasar yang Langsung Menyentuh Kepentingan Rakyat

Kondisi ini menjadi alarm keras bagi pemerintah Kabupaten Bekasi agar segera memperbaiki sistem pengendalian internal dan memperkuat tata kelola pemerintahan melalui digitalisasi dan transparansi layanan publik.

Kabupaten Cirebon Turun ke Skor 83, dari Sebelumnya 89 pada 2023

Berbeda dengan Bekasi, Kabupaten Cirebon secara umum masih berada dalam kategori tinggi dengan capaian 83 poin pada 2024. Namun nilai ini justru menunjukkan adanya penurunan dari capaian tahun sebelumnya, yaitu 89 poin pada 2023.

Penurunan 6 poin tersebut membuat Kabupaten Cirebon terlempar ke posisi peringkat ke-26 dari 28 kabupaten/kota di Jawa Barat, menggambarkan lemahnya konsistensi pelaksanaan program pencegahan korupsi.

Meski skor 83 masih tergolong baik, KPK menilai terdapat beberapa indikator yang tidak lagi optimal, seperti:

  • Penguatan pengawasan internal

  • Penataan dan pemutakhiran aset daerah

  • Manajemen keuangan dan PAD

  • Reformasi birokrasi dan pelayanan publik

KPK menekankan bahwa meskipun nilai Cirebon masih berada di zona hijau muda, penurunan berulang dapat menjadi sinyal adanya kelemahan dalam monitoring dan koordinasi antar-perangkat daerah.

Baca juga :  ANALISIS KRITIS (WATCHDOG) Perpres 105/2025: Penguatan Tata Kelola atau Sentralisasi Kekuasaan BUMN?

Apa Itu MCP?

Monitoring Center for Prevention (MCP) adalah sistem pemantauan nasional KPK yang mengukur efektivitas pencegahan korupsi di pemerintah daerah melalui delapan area strategis, yaitu:

  1. Perencanaan dan Penganggaran APBD

  2. Pengadaan Barang/Jasa

  3. Pelayanan Perizinan

  4. Pengawasan Internal

  5. Manajemen ASN

  6. Optimalisasi Pajak Daerah

  7. Manajemen Aset Daerah

  8. Tata Kelola Dana Desa

Nilai MCP menjadi rujukan pemerintah pusat untuk menilai komitmen dan kualitas tata kelola daerah dalam mencegah korupsi.

KPK Minta Daerah Segera Berbenah

KPK menegaskan bahwa capaian MCP, baik yang menurun maupun yang berada pada kategori rendah, harus segera ditindaklanjuti pemerintah daerah. Daerah diminta memperkuat:

  • Digitalisasi proses perencanaan dan penganggaran

  • Transparansi publik, khususnya terkait APBD, aset, dan pengadaan

  • Pengawasan internal melalui inspektorat

  • Reformasi birokrasi untuk menutup celah korupsi

Tanpa langkah perbaikan yang cepat dan terukur, capaian MCP yang rendah—seperti yang dialami Kabupaten Bekasi—atau penurunan berulang seperti pada Kabupaten Cirebon dapat membuka peluang penyimpangan anggaran serta masalah hukum di kemudian hari.fs