Laporan Analisis Lembaga Swadaya Masyarakat – Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) Anti Korupsi
1. Pendahuluan
Periode 2020 hingga 2025 menjadi fase krusial dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Setelah melewati pandemi COVID-19 dan berbagai dinamika politik, publik menaruh perhatian besar terhadap efektivitas lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), serta peran LSM, media massa, dan media sosial sebagai kontrol sosial.
LSM Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) Anti Korupsi melakukan analisis berbasis pengumpulan data publik, hasil riset lembaga independen seperti Transparency International Indonesia (TII), ICW, BPK, dan hasil pemantauan media serta laporan lapangan RIB di 22 provinsi.
2. Efektivitas Penegakan Hukum dalam Pemberantasan Korupsi 2020–2025

Kinerja lembaga penegak hukum di Indonesia menunjukkan dinamika yang beragam sepanjang lima tahun terakhir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai masih relatif stabil, meski kewenangannya sempat dipersempit pascarevisi UU KPK tahun 2019. Dalam periode 2020–2025, lembaga antirasuah ini telah menangani lebih dari 120 perkara dengan total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 5 triliun. Namun demikian, kasus mangkrak dan resistensi internal masih menjadi tantangan serius yang menghambat efektivitas penindakan.
Sementara itu, Kejaksaan Agung mencatat lonjakan signifikan dalam pengungkapan kasus besar, seperti BTS Kominfo, Asabri, dan Jiwasraya. Dari sisi kontribusi, lembaga ini disebut menyumbang sekitar 60 persen dari total nilai pengembalian kerugian negara selama 2020–2024. Meski begitu, tantangan transparansi dan tumpang tindih kewenangan antarinstansi masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu dibenahi.
Di sisi lain, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Tipikor dan Reskrimsus lebih banyak berfokus pada kasus korupsi di daerah, khususnya terkait pengelolaan APBD dan proyek infrastruktur lokal. Sepanjang 2020–2025, Polri telah menangani lebih dari 900 kasus dengan nilai kerugian negara sekitar Rp 1,8 triliun. Tantangan yang dihadapi antara lain inkonsistensi penanganan antarwilayah serta koordinasi yang belum optimal dengan lembaga penegak hukum lain.
Secara keseluruhan, ketiga lembaga menunjukkan kontribusi penting dalam pemberantasan korupsi, namun keberhasilan jangka panjang tetap bergantung pada sinergi, transparansi, dan keberanian politik untuk memperkuat integritas kelembagaan
Kesimpulan RIB:
Kejaksaan Agung menjadi lembaga dengan kontribusi terbesar terhadap pemulihan aset dan penindakan, sementara KPK unggul dalam efek pencegahan dan simbol moral, dan Polri penting dalam pengawasan di tingkat daerah.
3. Dukungan Sosial dan Partisipasi Publik dalam Pemberantasan Korupsi
Peran masyarakat sipil terbukti menjadi elemen penting dalam memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Anti Korupsi menempati posisi strategis sebagai sumber awal sekitar 40–45 persen laporan kasus baru yang kemudian diusut oleh aparat penegak hukum. Melalui aktivitas advokasi dan pelaporan publik, LSM turut mendorong percepatan klarifikasi serta peningkatan transparansi dalam pengelolaan APBD dan APBN.
Media massa juga menunjukkan kontribusi yang signifikan, di mana lebih dari 30 persen berita korupsi berasal dari hasil investigasi independen media nasional maupun lokal. Peran ini bukan hanya membuka akses publik terhadap informasi, tetapi juga menekan pejabat untuk memberikan klarifikasi dan bertanggung jawab secara terbuka.
Sementara itu, media sosial kini menjadi kanal utama penyebaran informasi dugaan korupsi di daerah. Dampaknya terasa kuat dalam membentuk opini publik dan meningkatkan tekanan moral terhadap lembaga penegak hukum untuk bertindak cepat dan transparan.
Secara keseluruhan, sinergi antara LSM, media massa, dan media sosial menciptakan ekosistem pengawasan publik yang semakin kritis dan aktif — fondasi penting bagi gerakan anti korupsi yang partisipatif, transparan, dan berkeadilan.
Analisis RIB:
Sinergi antara LSM, media, dan masyarakat digital terbukti meningkatkan akuntabilitas, terutama setelah 2022 ketika partisipasi publik dalam pelaporan kasus korupsi meningkat dua kali lipat dibandingkan 2019 (berdasarkan data Transparency International & RIB Monitoring).
4. Analisis LSM RIB Anti Korupsi: Daerah dan Lembaga dengan Tingkat Kasus Korupsi Tertinggi 2020–2025
Berdasarkan hasil pengolahan dan verifikasi data lapangan LSM RIB Anti Korupsi yang dikolaborasikan dengan temuan ICW dan BPK, periode 2020–2025 memperlihatkan pola korupsi yang semakin kompleks dan sistemik, terutama pada sektor publik yang berhubungan langsung dengan pengadaan proyek dan dana sosial.
a. Pola Umum dan Tren Nasional
RIB mencatat bahwa korupsi di Indonesia selama lima tahun terakhir cenderung bergeser dari praktik individual ke praktik kolektif berbasis jabatan dan struktur, terutama pada proyek-proyek strategis daerah dan BUMN. Pola pengadaan barang/jasa, gratifikasi proyek, serta penyalahgunaan dana hibah menjadi tiga modus paling dominan yang berulang di berbagai provinsi.
Selain itu, terdapat kecenderungan penurunan kualitas pengawasan internal pemerintah daerah dan lemahnya sistem early warning keuangan, yang membuat tindak penyimpangan baru diketahui setelah adanya pemeriksaan BPK atau laporan masyarakat.
b. Konsentrasi Kasus di Wilayah Strategis
- Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta menjadi dua wilayah dengan kasus terbanyak, menunjukkan bahwa tingginya aktivitas ekonomi dan pembangunan infrastruktur tidak selalu diimbangi dengan sistem pengawasan yang kuat. Praktik gratifikasi dan mark-up proyek publik menjadi penyumbang utama kerugian negara yang mencapai sekitar Rp 1,6 triliun.
- Sumatera Utara menempati urutan kedua dengan dominasi kasus pada penyaluran dana hibah dan bansos. Temuan RIB menilai hal ini berkaitan erat dengan pola politisasi bantuan sosial dan lemahnya validasi penerima manfaat, terutama menjelang momentum politik lokal.
- Sulawesi Selatan menempati peringkat ketiga dengan konsentrasi pada korupsi anggaran pertanian dan APBD. Pola ini menunjukkan masih kuatnya praktik kolusi antara pejabat daerah dan rekanan proyek, serta penggunaan anggaran sektor produktif untuk kepentingan pribadi.
c. Korupsi di Lembaga Nasional dan BUMN
Dalam lingkup nasional, lembaga kementerian dan BUMN di sektor keuangan serta energi menjadi pusat kerugian terbesar, dengan total estimasi mencapai Rp 4 triliun. Modus yang paling umum adalah manipulasi laporan proyek dan permainan anggaran investasi. RIB menilai bahwa kompleksitas sistem keuangan di lembaga-lembaga ini sering dimanfaatkan untuk menyembunyikan penyimpangan yang sulit dilacak secara cepat oleh publik.
d. Implikasi dan Rekomendasi RIB
Analisis RIB menegaskan bahwa korupsi di Indonesia belum menunjukkan tren menurun secara signifikan, melainkan bertransformasi ke bentuk yang lebih terselubung dan terstruktur. Oleh karena itu, RIB mendorong:
- Peningkatan keterbukaan data publik, terutama pada proyek infrastruktur dan bantuan sosial daerah.
- Audit berbasis risiko (risk-based audit) di setiap daerah dan lembaga strategis, untuk mendeteksi potensi penyimpangan sejak dini.
- Kolaborasi aktif antara penegak hukum, media, dan LSM lokal untuk memperkuat jaringan pelaporan dan pemantauan publik.
- Transparansi digital anggaran daerah dan BUMN, agar publik dapat mengakses dan mengawasi realisasi proyek secara real time.
Kesimpulan RIB
Dari hasil pemantauan dan analisis, LSM RIB Anti Korupsi menyimpulkan bahwa periode 2020–2025 memperlihatkan tingkat korupsi yang masih tinggi baik di pusat maupun daerah, dengan kerugian negara total mencapai lebih dari Rp 7 triliun hanya dari empat kelompok besar kasus. Kondisi ini menunjukkan perlunya pembaruan sistem pengawasan nasional, penguatan integritas birokrasi, dan keberanian politik untuk membuka data publik tanpa batasan, sebagai langkah menuju tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
5. Kasus Mangkrak (Belum Tuntas 2020–2025)
Beberapa kasus strategis yang hingga 2025 belum menunjukkan perkembangan signifikan:
- Kasus Dugaan Korupsi Kementerian Pertanian (laporan sejak 2020, penyidikan baru 2023).
- Kasus Dugaan Penyimpangan Iklan Bank BJB (nilai ±Rp 200 miliar, status penyelidikan).
- Kasus Proyek BPJS Ketenagakerjaan Batam 2022 (status belum ada tersangka).
- Kasus Pembangunan Gedung Kebudayaan Sumatera Barat (kontrak 2021, belum rampung).
Catatan RIB:
Kasus-kasus ini menggambarkan masih lemahnya mekanisme monitoring publik dan pelaporan status perkara antar lembaga.
6. Tren Persepsi dan Survei Publik
Menurut Transparency International Indonesia (TII):
- Corruption Perception Index (CPI) Indonesia sempat turun dari 40 (2020) ke 34 (2023).
- Survei LSI 2024 menunjukkan 68% publik menilai pemberantasan korupsi masih lambat, namun 78% mendukung KPK dan kejaksaan tetap diperkuat.
- Survei internal RIB (2025) terhadap 1.500 responden di 10 provinsi menemukan:
- 56% masyarakat lebih percaya Kejaksaan Agung dalam penindakan.
- 29% menilai KPK masih simbol moral utama.
- 15% menyebut Polri berperan penting di daerah.
7. Rekomendasi Strategis RIB
- Sinergi KPK–Kejaksaan–Polri diperkuat melalui sistem pelaporan digital terpadu dan batas waktu penanganan kasus.
- Audit transparansi publik wajib online untuk setiap proyek APBN/APBD di atas Rp 5 miliar.
- Perlindungan pelapor (whistleblower) dan jurnalis investigasi perlu diperluas secara hukum.
- Kolaborasi berkelanjutan antara LSM dan pemerintah daerah untuk edukasi antikorupsi di sekolah, UMKM, dan BUMD.
- Pemantauan kasus mangkrak secara terbuka, dengan publikasi berkala di situs lembaga penegak hukum.
8. Penutup
Periode 2020–2025 membuktikan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih memerlukan konsolidasi dan keberanian politik. Kejaksaan menunjukkan kinerja paling produktif dalam penindakan, KPK tetap menjadi simbol moral dan pencegahan, sementara Polri memperkuat penegakan hukum di tingkat daerah.
Peran LSM, media, dan masyarakat digital merupakan pilar utama kontrol sosial yang menjaga akuntabilitas pemerintah. RIB menegaskan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga hukum, tetapi juga gerakan moral nasional.fs
Disusun oleh:
Lembaga Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) Anti Korupsi
Jakarta, November 2025
Ketua Umum: Hitler Situmorang
Sekretaris Eksekutif: Mutiara Marbun SH.


