BerdayaNews.com, Saint Petersburg, Rusia — Indonesia kembali mencuri perhatian dunia internasional melalui peran aktifnya dalam Konferensi Internasional Russian International Creative Seasons (RICS) for BRICS 2025 yang digelar di Saint Petersburg, Rusia, pada 8–9 Oktober 2025.

Acara berskala besar ini menghadirkan lebih dari 2.000 peserta, 300 pembicara (termasuk 120 dari luar negeri), dan disiarkan secara daring kepada lebih dari satu juta penonton di seluruh dunia. Konferensi ini menjadi wadah strategis bagi negara-negara BRICS dan mitra global untuk memperkuat kerja sama di bidang ekonomi kreatif, teknologi, dan kebudayaan.

Yovie Widianto Jadi Pembicara Kunci: Kreativitas sebagai Fondasi Pertumbuhan Baru

Indonesia diwakili oleh Yovie Widianto, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Kreatif, yang hadir sebagai pembicara kunci (keynote speaker). Kehadirannya menjadi tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto untuk menjadikan ekonomi kreatif sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru (new engine of economic growth).

Dalam pidatonya berjudul “Harmony in Co-Creation: Indonesia’s Five Creative Harmonies”, Yovie memaparkan lima agenda besar kolaborasi kreatif Indonesia bersama negara-negara BRICS, yaitu:

  1. International Synergy — Kolaborasi produksi film, musik, gim, dan desain lintas negara.

  2. Residencies of Co-Creation — Program residensi kreatif internasional di Indonesia.

  3. Creative Investment Partnerships — Pembentukan dana investasi bersama untuk proyek kreatif global.

  4. Digital & Educational Infrastructure — Penguatan jaringan 5G, AI, dan literasi digital kreatif.

  5. Global Storytelling — Membangun narasi budaya baru dunia dari perspektif BRICS.

Baca juga :  SAGKI 2025: Ketua KWI tentang Gereja yang Rendah Hati dan Murah Hati

Pidato tersebut disambut positif, terutama oleh delegasi Tiongkok dan Afrika Selatan, yang menilai Indonesia siap menjadi “jembatan budaya dan kreatif dunia Selatan (Global South)”.

Forum Kreatif yang Jadi Panggung Diplomasi Budaya Dunia

RICS bukan sekadar konferensi industri, tetapi juga forum geopolitik budaya yang mempertemukan BRICS, CIS, SCO, dan MENA dalam membangun kerja sama ekonomi baru berbasis ide dan identitas budaya.

Tahun ini, kegiatan digelar di dua lokasi bersejarah Rusia — Manege Hall dan New Holland Hall — dengan 52 agenda utama, mulai dari sesi pleno, diskusi panel, round table, hingga showcase dan pitch session.

Sebanyak 33 negara berpartisipasi langsung, dan 9 perjanjian kerja sama internasional berhasil ditandatangani, termasuk antara Indonesia, Rusia, Ethiopia, dan Abkhazia.

Forum ini menegaskan pergeseran global menuju ekonomi berbasis kreativitas dan teknologi, menggantikan ketergantungan pada sumber daya alam pasca-pandemi.

Peran Diplomasi Kreatif Indonesia

Selain Yovie Widianto, Indonesia juga diwakili oleh Irene Umar, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, yang menjadi panelis dalam beberapa diskusi. Delegasi Indonesia aktif menjalin kerja sama bilateral dengan berbagai negara, antara lain:

  • Rusia melalui Ekaterina Cherkes-Zade dalam pembentukan Creative Industry Exchange Program.

  • Afrika Selatan bersama Andre Le Roux untuk kolaborasi festival dan musik BRICS.

  • Tiongkok dengan Yue Jianxiong dalam penjajakan co-production film digital.

Baca juga :  Hitler & Churchill: Ketika Dua Seniman Bertarung di Atas Kanvas Kekuasaan

Indonesia juga turut serta dalam diskusi tentang Creative Migration and Talent Exchange, di mana Rusia memperkenalkan kebijakan baru untuk menarik talenta kreatif global. Kesempatan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan program pertukaran kreator BRICS–ASEAN.

Lima Catatan Penting dari Konferensi RICS 2025

Dari hasil pertemuan dua hari tersebut, terdapat sejumlah poin penting yang menjadi catatan strategis bagi Indonesia dan dunia:

  1. Kreativitas diakui sebagai mesin ekonomi baru.
    Negara-negara BRICS mulai menjadikan ekonomi kreatif sebagai pilar diversifikasi ekonomi nasional.

  2. Masih ada kesenjangan data ekonomi kreatif.
    Indonesia berpeluang memimpin secara teknis melalui pengalaman BPS–Bekraf dalam sistem Creative Economy Satellite Account.

  3. Kolaborasi menggantikan kompetisi.
    Proyek lintas negara kini lebih fokus pada kerja sama dan co-production ketimbang persaingan pasar.

  4. Ekonomi kreatif menjadi alat diplomasi global.
    Soft power budaya kini diakui sebagai dimensi penting hubungan antarnegara.

  5. Muncul pola investasi baru.
    Rusia dan Tiongkok memperkenalkan Public-Private Creative Funds yang dapat menjadi model pembiayaan baru bagi Indonesia.

Implikasi dan Peluang untuk Indonesia

Partisipasi Indonesia dalam forum RICS 2025 membawa sejumlah dampak strategis:

  • Menegaskan ekonomi kreatif sebagai mesin pertumbuhan baru.
    Sektor ini kini berkontribusi sekitar 7% terhadap PDB dan berpotensi naik hingga 10%.

  • Mendorong transformasi digital dan pendidikan kreatif.
    Penguatan infrastruktur AI, 5G, dan literasi digital menjadi keharusan lintas kementerian.

  • Perluasan pasar internasional.
    Indonesia dapat menginisiasi Creative Trade Missions dan membangun Creative Hubs di negara mitra BRICS.

  • Kepemimpinan regional dan global.
    Indonesia berpotensi memprakarsai BRICS Creative Cooperation Platform sebagai pusat investasi dan data ekonomi kreatif dunia.

  • Identitas budaya sebagai nilai tambah ekonomi.
    Produk kreatif Indonesia harus membawa makna budaya, bukan sekadar komoditas.

Baca juga :  Efektivitas Penegak Hukum dan Dukungan Sosial dalam Pemberantasan Korupsi Periode 2020–2025

Menuju Indonesia Sebagai Creative Nation of the Global South

Konferensi RICS for BRICS 2025 menjadi tonggak penting bagi diplomasi kreatif Indonesia. Melalui visi kepemimpinan yang menggabungkan kebijakan ekonomi, teknologi, dan seni, Indonesia menunjukkan bahwa kreativitas bukan hanya ekspresi budaya, tetapi juga kekuatan ekonomi dan diplomasi global.

Ke depan, beberapa langkah strategis direkomendasikan:

  • Menyusun Strategi Nasional Ekonomi Kreatif 2026–2030.

  • Membentuk Indonesia Creative Fund for BRICS Cooperation.

  • Mendirikan Creative Industry International Hub di Bali atau Yogyakarta.

  • Memperkuat koordinasi lintas kementerian untuk diplomasi kreatif.

  • Mengembangkan Creative GDP Tracker sebagai alat ukur ekonomi kreatif nasional.

Dengan konsistensi dan kolaborasi, ekonomi kreatif akan menjadi mesin penggerak pertumbuhan 8% per tahun, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai Creative Powerhouse Asia dan Creative Nation of the Global South.fs