BerdayaNews.com, Sumatera — Dua minggu telah berlalu sejak banjir meluluhlantakkan rumah, ladang, dan kenangan warga di berbagai wilayah Sumatra. Namun bagi para penyintas, duka dan ketidakpastian belum sepenuhnya surut. Di tengah situasi itulah Jaringan Caritas Indonesia (KARINA KWI) memilih untuk tetap tinggal—mendampingi, mendengarkan, dan berjalan bersama masyarakat yang terdampak.

Tidak hanya menyalurkan bantuan kebutuhan dasar, Caritas Indonesia hadir dengan pendekatan yang lebih utuh: memulihkan bukan hanya tubuh, tetapi juga hati dan harapan. Dari pos pengungsian terpadu hingga pendampingan psikososial anak-anak, upaya kemanusiaan terus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.

Pos Pengungsian Terpadu: Ruang Aman untuk Bangkit Bersama

Di Dusun Kebun Pisang, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, berdiri Pos Pengungsian Terpadu hasil kolaborasi Caritas Indonesia (KARINA KWI), Caritas-PSE Sibolga, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pos ini menjadi rumah sementara bagi 691 jiwa penyintas dari Kecamatan Badiri dan Kecamatan Tuka sejak 16 Desember 2025.

Lebih dari sekadar tenda dan fasilitas dasar, pos pengungsian ini menjadi ruang aman—tempat warga saling menguatkan, berbagi cerita kehilangan, dan perlahan menata ulang hidup yang porak-poranda. Di sinilah anak-anak bisa tidur tanpa rasa takut, para orang tua merasa didampingi, dan komunitas kembali menemukan denyut kebersamaannya.

Baca juga :  Presiden Prabowo Sampaikan Keprihatinan, Pemerintah Instruksikan Penanganan Cepat Korban Ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta

Direktur Caritas Indonesia (Yayasan KARINA KWI), Romo Fredy Rante Taruk, Pr, menegaskan komitmen jangka panjang jaringan Caritas.

“Kami akan terus menyalurkan bantuan kebutuhan pokok, memperluas layanan kesehatan, dan pendampingan psikososial. Jaringan Caritas berjalan bersama pemerintah, aparat desa, dan relawan agar pos ini benar-benar menjadi pusat layanan kemanusiaan yang hidup,” ujarnya.

Kehadiran pos terpadu ini diharapkan memperkuat respons darurat berbasis komunitas, memastikan bantuan tersalurkan secara terkoordinasi, sekaligus menghadirkan rasa aman dan harapan bagi warga yang kehilangan tempat tinggal.

Tawa yang Kembali Tumbuh: Pendampingan Psikososial untuk Anak-anak

Di balik wajah-wajah kecil para penyintas, tersimpan trauma yang kerap tak terucap. Menyadari hal itu, Caritas Indonesia bersama Caritas-PSE Sibolga menginisiasi pendampingan psikososial bagi anak-anak, salah satunya di pengungsian Biara Hamente, Desa Lubuk Ampolu.

Sebanyak 40 anak diajak bermain, bercerita, bernyanyi, dan tertawa bersama relawan. Dalam suasana sederhana itu, anak-anak perlahan menemukan kembali ruang aman untuk mengekspresikan diri—tanpa tekanan, tanpa rasa takut.

Pendampingan psikososial menjadi bagian penting dalam penanganan bencana. Bukan hanya untuk mencegah trauma berkepanjangan, tetapi juga untuk membangun kembali ketahanan mental dan sosial, terutama bagi anak-anak yang tengah berada pada fase tumbuh kembang.

Baca juga :  Dugaan Korupsi Dana Hibah Atlet Difabel Bekasi Rp 7 Miliar, 2 Pengurus NPCI Jadi Tersangka

Di tengah keterbatasan, kegiatan ini menghadirkan rasa tenang: anak-anak merasa didengar, diperhatikan, dan dilindungi.

Layanan Kesehatan dan Dukungan Mental Terus Diperluas

Komitmen Caritas Indonesia dalam pemulihan pascabencana juga tercermin melalui layanan kesehatan dan konseling psikologi. Pada 11 Desember 2025, sebanyak 129 warga di Desa Sibuni-buni, Kecamatan Sarudik, menerima pemeriksaan kesehatan dan konseling psikologis. Keesokan harinya, 86 warga Desa Sibuluan Nauli, Kecamatan Pandan, memperoleh layanan serupa.

Pelayanan ini didukung oleh dokter dan relawan kesehatan dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, rumah sakit Katolik di Keuskupan Sibolga, serta Keuskupan Agung Medan. Pos pelayanan juga dibuka di Gereja Paroki St. Yohanes Penginjil Pinangsori, menjadi titik temu antara kebutuhan medis dan pendampingan pastoral.

Melalui upaya ini, Caritas Indonesia menegaskan prinsip inklusivitas: setiap warga berhak atas layanan kesehatan dan dukungan psikologis, tanpa memandang latar belakang apa pun.

Menyusuri Wilayah Terdampak: Dari Sibolga hingga Mentawai

Di wilayah Keuskupan Padang, Caritas Keuskupan Padang terus berkoordinasi dengan BPBD di Kota Padang dan Kepulauan Mentawai. Pos pengungsian sementara didirikan di Gereja St. Maria Diangkat ke Surga, Siberut Selatan, serta di Gereja Stasi Silappak, yang menampung 455 warga (156 KK).

Baca juga :  Dugaan Penyelewengan Dana BOS di SDN Jakasetia IV Bekasi, DPRD Desak Investigasi — Orangtua Buat Laporan, Perkiraan Kerugian Hampir Rp300 Juta

Banjir masih merendam ratusan rumah di Mentawai. Desa Muntei dan sekitarnya mencatat lebih dari 300 KK terdampak, sementara sekolah, puskesmas pembantu, rumah ibadah, dan balai desa ikut terendam. Di berbagai wilayah Siberut, ketinggian air bervariasi antara 30 hingga 200 cm, memaksa warga bertahan dalam kondisi darurat.

Caritas Padang terus mendistribusikan bantuan di berbagai lokasi seperti Kabupaten Agam, Kota Padang, dan Padang Pariaman. Bantuan mencakup kebutuhan pokok, air mineral, dan hygiene kit—sebagai wujud nyata kepedulian Gereja terhadap masyarakat terdampak.

Solidaritas Tanpa Batas di Sumatra Utara

Di Sumatra Utara, Caritas Indonesia bersama Caritas Keuskupan Agung Medan (KAM) dan Jesuit Refugee Service Indonesia (JRS) berkolaborasi melayani penyintas di empat paroki: Tarutung, Pangkalan Brandan, Lhokseumawe, dan Pakkat.

Di Desa Pematang Cengal, Caritas KAM menyalurkan paket kebutuhan pokok dan hygiene kit untuk membantu keluarga yang kehilangan harta benda sekaligus menjaga kesehatan di tengah situasi darurat. fs