BerdayaNews.com, Jakarta – Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 mengenai Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Aturan ini membawa perubahan penting dalam mekanisme penetapan, pembayaran subsidi, hingga pengawasan pupuk bersubsidi agar lebih tepat sasaran, transparan, dan akuntabel.
Perpres ini menegaskan peran negara dalam menjamin ketersediaan pupuk bagi petani dan pembudi daya ikan, sekaligus menutup celah penyimpangan yang selama ini kerap terjadi dalam distribusi dan pembayaran subsidi pupuk.
Penetapan Pupuk Bersubsidi Kini Lewat Koordinasi Menteri
Dalam perubahan Pasal 5, pemerintah menegaskan bahwa penetapan pupuk bersubsidi tidak hanya mencakup sasaran penerima, jenis pupuk, jumlah, mutu, hingga harga eceran tertinggi (HET), tetapi juga nilai komersial dan ketersediaan stok.
Penetapan tersebut dilakukan oleh Menteri berdasarkan rapat koordinasi tingkat menteri yang dipimpin Menko, sehingga kebijakan pupuk tidak lagi sektoral. Khusus untuk pembudi daya ikan, alokasi pupuk ditetapkan berdasarkan usulan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Subsidi Dibayar di Awal Tahun untuk Bahan Baku
Salah satu perubahan krusial terdapat pada Pasal 14, yang mengatur bahwa subsidi pupuk untuk pengadaan bahan baku diberikan kepada BUMN Pupuk sebelum realisasi pengadaan, paling lambat pada triwulan pertama tahun berjalan.
Artinya, negara memberikan dana subsidi di awal tahun untuk menjamin kelancaran produksi pupuk bersubsidi dan mencegah keterlambatan pasokan yang selama ini sering dikeluhkan petani.
Namun, pembayaran tersebut tetap melalui mekanisme ketat, termasuk reviu oleh lembaga pengawasan keuangan dan pembangunan sebelum dana dicairkan.
Laporan, Verifikasi, dan Pemeriksaan Dipertegas
Perpres 113/2025 juga menambahkan Pasal 14A dan 14B yang memperkuat akuntabilitas BUMN Pupuk. BUMN Pupuk diwajibkan menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana subsidi dan hanya dapat mengajukan penagihan setelah pupuk benar-benar:
-
Disalurkan ke Gapoktan, Pokdakan, atau pengecer
-
Ditebus oleh petani atau pembudi daya ikan
-
Diverifikasi oleh Kementerian Pertanian dan/atau Kementerian Kelautan dan Perikanan
Pembayaran akhir subsidi dihitung berdasarkan selisih nilai komersial dengan HET, serta wajib melalui reviu atau pemeriksaan. Jika ditemukan lebih bayar atau kurang bayar, maka diproses sesuai ketentuan keuangan negara.
Pupuk Bersubsidi Resmi Jadi Barang dalam Pengawasan
Perubahan Pasal 17 menegaskan bahwa pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan negara. Pengawasan meliputi sasaran penerima, jenis pupuk, jumlah dan mutu, nilai komersial, HET, hingga stok.
Pengawasan teknis dilakukan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, sementara pengawasan akuntabilitas keuangan dilakukan oleh lembaga pengawasan keuangan dan pembangunan.
Pemerintah juga mewajibkan evaluasi sistem informasi pupuk bersubsidi, yang selama ini sering menjadi titik lemah dalam pendataan dan distribusi.
BUMN Pupuk Boleh Ekspor Urea Non-Subsidi
Perpres ini juga membuka ruang ekspor terbatas. Dalam Pasal 17A, BUMN Pupuk diperbolehkan melakukan ekspor pupuk urea non-subsidi apabila kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi, dengan tetap mengikuti aturan perdagangan yang berlaku.
Arah Baru Tata Kelola Pupuk
Dengan diterbitkannya Perpres 113/2025, pemerintah menegaskan arah baru tata kelola pupuk bersubsidi: subsidi dibayar lebih awal, pengawasan diperketat, dan akuntabilitas ditingkatkan.
Kebijakan ini diharapkan mampu menjamin pupuk tepat sasaran bagi petani dan pembudi daya ikan, sekaligus mencegah kebocoran anggaran dan praktik penyelewengan yang merugikan keuangan negara. fs


