Gunakan Mitigasi dan Kebijaksanaan Menjaga Alam dan Lingkungan Menghadapi Ancaman Bencana
BerdayaNews.com, Indonesia — Tahun 2025 akan segera usai, namun datang kejadian bencana yang sangat besar dari Sumatera bagian Barat khususnya 3 propinsi; Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Bencana di Indonesia silih berganti, merupakan ciri khas daerah kepulauan yang berada pada Pacific Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik.
Secara Geologis, Indonesia Dikenal sebagai “Daerah Cincin Api” (Ring of Fire)
Indonesia berada tepat di kawasan Pacific Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik, yaitu jalur gunung api aktif terbesar di dunia yang membentang dari Amerika, Jepang, Filipina, Indonesia, hingga Selandia Baru.
Ciri utamanya:
- Memiliki lebih dari 127 gunung api aktif.
- Banyak terjadi gempa tektonik akibat aktivitas lempeng.
- Tanah subur, tetapi rawan aktivitas vulkanik.
Indonesia Terletak di Zona Pertemuan 3 Lempeng Besar Dunia
Indonesia adalah lokasi tumbukan tiga lempeng tektonik utama:
- Lempeng Indo-Australia (dari selatan)
- Lempeng Eurasia (dari utara)
- Lempeng Pasifik (dari timur)
Pertemuan dan tumbukan lempeng inilah yang menciptakan:
- Palung laut dalam
- Deretan gunung api
- Sesar-sesar aktif
- Potensi gempa besar dan tsunami
Mengapa Indonesia Mudah Terjadi Bencana?
1.Gempa Bumi
Karena pergerakan dan tumbukan tiga lempeng besar, Indonesia mengalami ribuan gempa setiap tahun.
Contoh: gempa Aceh 2004, Palu 2018, Cianjur 2022.
2. Tsunami
Tsunami sering dipicu oleh:
- Gempa bawah laut (paling umum)
- Letusan gunung api (contoh: Krakatau 1883, Anak Krakatau 2018)
3. Letusan Gunung Api
Indonesia punya beberapa gunung api paling aktif di dunia seperti Merapi, Semeru, Sinabung.
4. Banjir & Tanah Longsor
Selain faktor geologi, bencana hidrometeorologi meningkat akibat:
- Curah hujan tinggi (dipengaruhi La Niña dan cuaca tropis)
- Deforestasi (penggundulan hutan)
- Tata ruang yang tidak sesuai
5. Badai, Gelombang Tinggi, dan Cuaca Ekstrem
Karena berada di wilayah tropis dan dua samudera (Hindia & Pasifik), Indonesia mudah mengalami:
- Siklon tropis di sekitar wilayah
- Gelombang laut tinggi
- Cuaca ekstrem akibat perubahan iklim global
MEMELIHARA ALAM, MENGUATKAN ANTISIPASI: KUNCI MENYELAMATKAN INDONESIA DARI BENCANA
Indonesia memang negara yang dianugerahi keindahan alam, kekayaan hayati, dan sumber daya geologis luar biasa. Namun, karunia itu hadir bersama tantangan besar: kondisi alam yang sensitif, pertemuan tiga lempeng tektonik raksasa, curah hujan tropis tinggi, serta penurunan kualitas lingkungan. Kombinasi faktor ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan risiko bencana alam tertinggi di dunia.
Gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, hingga cuaca ekstrem terus menjadi ancaman yang dapat datang kapan saja. Dalam situasi seperti ini, penyelamatan nyawa dan pengurangan kerusakan tidak mungkin hanya mengandalkan respons saat bencana terjadi — tetapi membutuhkan perencanaan matang, pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan, serta kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah.
Alam yang Rusak, Risiko Bencana yang Meningkat
Kerusakan lingkungan menjadi faktor yang memperparah dampak bencana. Penggundulan hutan di daerah perbukitan, penyempitan sungai oleh permukiman, penambangan ilegal, hingga alih fungsi lahan tanpa kajian risiko, menyebabkan:
- Tanah mudah longsor karena hilangnya akar pohon yang menahan lereng
- Banjir cepat meluas akibat berkurangnya daerah resapan air
- Abrasi pesisir meningkat karena hilangnya mangrove
- Gelombang badai dan tsunami menjadi lebih mematikan tanpa vegetasi pelindung
Dalam konteks ini, pemeliharaan alam bukan hanya isu lingkungan, tetapi kebijakan penyelamatan manusia. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa daerah dengan hutan terjaga memiliki angka korban bencana lebih rendah dibanding daerah dengan deforestasi tinggi.
Mitigasi Bencana: Dari Pencegahan Hingga Penyelamatan Nyawa
1. Penguatan Infrastruktur dan Tata Ruang
Bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor pelayanan, hingga rumah tinggal harus mengikuti standar konstruksi tahan gempa. Sementara itu, tata ruang harus tegas melarang pembangunan di zona merah seperti:
- lereng curam rawan longsor
- patahan aktif
- tepi pantai rawan tsunami
Beberapa negara seperti Jepang membuktikan bahwa bangunan tahan gempa dapat menurunkan korban secara drastis. Indonesia pun memiliki SNI yang dapat diterapkan secara konsisten jika didukung pengawasan kuat.
2. Pemeliharaan Lingkungan sebagai Kunci Pertahanan Alami
✔ Reboisasi dan perlindungan hutan rawan longsor
✔ Restorasi mangrove di pesisir
✔ Normalisasi sungai dan pembersihan sedimentasi
✔ Pemulihan daerah resapan air
Upaya ini mampu mengurangi kecepatan aliran air, memperlambat banjir, menahan tanah dari longsor, dan menjadi benteng alami terhadap gelombang besar.
Istilah “mitigasi hijau” kini menjadi tren dunia — dan Indonesia memiliki potensi besar memanfaatkannya.
3. Sistem Peringatan Dini yang Tepat dan Cepat
Waktu adalah penentu keselamatan. Gempa yang berlangsung 20 detik dapat memicu tsunami dalam waktu kurang dari 15 menit. Artinya, sinyal peringatan harus menjangkau warga secepat mungkin.
Pemerintah perlu memastikan:
- Sensor gempa dan buoy tsunami berfungsi optimal
- Sirene pesisir, pengeras suara desa, hingga pesan SMS aktif
- Masyarakat memahami arti setiap bunyi sirene dan instruksi evakuasi
Negara seperti Jepang mampu memindahkan jutaan warganya hanya dalam beberapa menit berkat sistem peringatan dini yang kuat — Indonesia harus meniru efektivitas ini.
4. Edukasi dan Simulasi Kesiapsiagaan Masyarakat
Mitigasi bukan hanya tugas pemerintah. Masyarakat adalah ujung tombak penyelamatan.
Program yang harus diperkuat:
- Simulasi evakuasi gempa dan tsunami minimal dua kali setahun
- Pendidikan kebencanaan di sekolah
- Pembentukan desa tangguh bencana
- Pelatihan pertolongan pertama, evakuasi mandiri, dan pembuatan tas siaga
Ketika warga paham langkah penyelamatan, korban dapat berkurang lebih dari 60%, menurut laporan BNPB di beberapa daerah rawan.
5. Respons Cepat dan Manajemen Logistik Efektif
Saat bencana terjadi, menit-menit pertama adalah yang paling kritis, pemerintah perlu memastikan:
- Posko tanggap darurat dengan air bersih, medis, dan psikososial
- Akses transportasi untuk menembus wilayah terisolasi
- Relawan terlatih dalam evakuasi dan pencarian korban
- Bantuan distribusi cepat dan tepat sasaran
Kesiapan ini akan sangat menentukan berapa banyak korban dapat diselamatkan.
Membangun Budaya Siaga: Dari Pemerintah hingga Warga
Indonesia tidak mungkin bebas dari bencana, tetapi Indonesia bisa bebas dari besarnya korban.
Caranya adalah dengan membangun budaya siaga yang melibatkan semua pihak:
✔ Pemerintah → menyiapkan regulasi, infrastruktur, dan peringatan dini
✔ Masyarakat → memahami risiko dan siap bertindak
✔ Dunia usaha → membangun fasilitas yang aman dan ramah lingkungan
✔ Media → menyebarkan informasi akurat, bukan kepanikan
Bencana tidak harus membawa kehancuran besar jika bangsa ini menguatkan harmoni antara manusia dan alam.
Merawat Alam, Menyelamatkan Nyawa
Pemeliharaan lingkungan adalah fondasi utama mitigasi bencana. Dengan hutan yang terjaga, sungai yang bersih, pesisir yang dipulihkan, serta sistem mitigasi modern, Indonesia bisa berubah dari negara rawan bencana menjadi negara tangguh bencana.
Bencana memang tidak bisa dicegah,
tetapi dampaknya bisa diperkecil, bahkan diminimalkan.
Dan itu hanya mungkin jika manusia kembali menghormati, menjaga, dan hidup selaras dengan alam.fs















