BerdayaNews.com, Sumatra — Penanganan bencana banjir dan longsor besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat memasuki fase kritis. Meski operasi darurat telah digelar oleh BNPB, Basarnas, TNI-Polri, dan pemerintah daerah, sejumlah wilayah terdampak dilaporkan belum menerima bantuan sama sekali akibat rusaknya akses darat yang memutus jalur logistik.
Hingga 1 Desember 2025, BNPB memutakhirkan data korban menjadi 593 orang meninggal, 468 orang masih hilang, lebih dari 2.600 orang luka-luka, serta sekitar 1,5 juta warga terdampak. Dari jumlah tersebut, 578.000 orang terpaksa mengungsi di berbagai titik penampungan darurat.
Wilayah yang Belum Terjangkau Bantuan
Laporan lapangan dan data dari berbagai lembaga pemerintah serta media nasional mengonfirmasi bahwa hingga hari ini masih terdapat sejumlah daerah yang sama sekali belum mendapatkan bantuan logistik, terutama pangan, air bersih, obat-obatan, selimut, dan akses komunikasi.
1. Aceh Tengah – “Sebungkus beras pun belum kami terima”
Warga yang terdampak banjir di Kabupaten Aceh Tengah meluapkan kekecewaan dengan mendatangi Kantor Bupati. Mereka mengaku tidak mendapatkan bantuan apapun sejak bencana terjadi.
Kerusakan akses jalan dan putusnya jembatan di beberapa kecamatan membuat distribusi bantuan terhenti total.
2. Bener Meriah – Akses Putus Total
Sebagian wilayah Bener Meriah dilaporkan terisolasi total, dengan jembatan dan jalan kabupaten terputus di lebih dari tiga titik. Logistik belum dapat disalurkan melalui jalur darat.
3. Aceh Utara – Daerah Pedalaman Terisolasi
Kecamatan-kecamatan pedalaman seperti Langkahan, Baktia, Baktia Barat, Sawang, dan Lapang dilaporkan tidak bisa diakses karena banjir dan timbunan lumpur setebal 1–1,5 meter.
Akses listrik dan komunikasi juga padam, membuat koordinasi bantuan semakin sulit.
4. Tapanuli Utara & Tapanuli Tengah, Sumatera Utara
Longsor besar menutup jalan penghubung di beberapa kabupaten. Komunitas di wilayah Sibolga, Tapanuli Tengah, dan sebagian Taput masih menunggu bantuan yang belum dapat masuk melalui jalur darat.
TNI menurunkan helikopter untuk penyaluran bantuan udara, tetapi belum mencakup seluruh titik terdampak.
5. Beberapa wilayah Sumatera Barat
Pemkab Sumbar memetakan sejumlah nagari yang belum tersentuh bantuan akibat akses yang terputus oleh longsor dan banjir bandang. Banyak warga bertahan dengan persediaan pangan seadanya sambil menunggu distribusi yang mengandalkan jalur udara.
Kendala Utama Distribusi Bantuan
Penyaluran bantuan menghadapi hambatan besar di lapangan:
-
271 jembatan rusak dan ratusan ruas jalan terputus.
-
Akses darat ke sebagian besar desa terdampak tidak bisa dilalui alat berat.
-
Komunikasi dan listrik padam di sejumlah kabupaten, menghambat koordinasi.
-
Curah hujan ekstrem menyebabkan bencana susulan dan mengancam tim evakuasi.
-
Distribusi bantuan harus mengandalkan helikopter dan perahu, namun jumlah armada terbatas.
Situasi ini membuat ribuan warga di wilayah terisolasi terpaksa menunggu bantuan lebih lama. Beberapa daerah mulai mengalami kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan, meningkatkan risiko gizi buruk, penyakit kulit, hingga infeksi saluran pernapasan.
Respon Pemerintah: Bantuan Udara Diintensifkan
Presiden Prabowo Subianto telah meninjau langsung beberapa titik pengungsian di Sumatera Utara dan memerintahkan peningkatan operasi bantuan udara untuk menjangkau desa-desa yang belum tersentuh bantuan.
TNI AU dan TNI AD telah mengerahkan helikopter jenis Super Puma dan Bell-412 untuk menjatuhkan logistik ke wilayah-wilayah prioritas.
Sementara itu, Basarnas menambah kekuatan tim SAR di Aceh dan Sumut untuk mempercepat pencarian korban hilang.
Situasi Kemanusiaan Masih Sangat Serius
Dengan total korban jiwa yang terus bertambah dan ratusan wilayah masih sulit dijangkau, bencana di Sumatra ini menjadi salah satu yang terbesar dalam satu dekade terakhir.
Pemantauan lanjutan menunjukkan bahwa:
-
Jumlah korban hilang kemungkinan bertambah karena banyak desa yang baru bisa diakses setelah air surut.
-
Warga terisolasi menghadapi risiko kelaparan dan penyakit menular.
-
Shelter pengungsian di daerah yang dapat dijangkau mulai mengalami kelebihan kapasitas.
Kebijakan & Pernyataan Moratorium Presiden Prabowo terhadap Perusakan Lingkungan
-
Saat berkunjung ke daerah terdampak bencana di Sumatra, Prabowo menekankan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan memperingatkan agar tak ada penebangan liar — ia meminta agar perusahaan dan pihak-pihak terkait menghentikan aktivitas yang merusak hutan dan lingkungan.
-
Ia mewanti-wanti bahwa negara menerapkan sikap “nol toleransi” terhadap perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan atau membakar lahan secara sengaja untuk membuka lahan.
-
Pemerintah pun menyediakan alternatif teknologi pembersihan lahan yang lebih ramah lingkungan bagi perusahaan — sebagai solusi agar pembukaan lahan tidak memakai metode pembakaran.
Fokus Pemulihan & Pencegahan — Tidak Hanya Penyaluran Bantuan Darurat
Dalam kunjungannya ke wilayah bencana, Prabowo tidak hanya fokus pada bantuan kemanusiaan dan pemulihan infrastruktur — tetapi juga menggarisbawahi bahwa kerusakan ekologis akibat eksploitasi alam dan deforestasi harus dihadapi sebagai bagian dari penyebab bencana:
-
Ia menyebut bahwa menjaga sungai, menjaga hutan, dan memelihara ekosistem alam adalah hal kritis agar potensi bencana bisa ditekan.
-
Prabowo juga mengajak pemerintah daerah agar selalu siap menghadapi perubahan iklim dan dampak ekologis — menunjukkan bahwa kebijakan lingkungan kini menjadi bagian dari respons terhadap bencana dan mitigasi ke depan.
Tantangan dan Kritik dari Aktivis Lingkungan
Meski ada pernyataan dan kebijakan yang tampak pro-lingkungan, sejumlah pengamat memberikan catatan kritis terhadap arah kebijakan pemerintahan Prabowo:
-
Sebagian besar program prioritas pemerintah — seperti ekspansi agrikultur besar, industri ekstraktif (tambang dan perkebunan), serta upaya ketahanan pangan/energi — dinilai mengabaikan keberlanjutan lingkungan.
-
Ada kekhawatiran bahwa penekanan pada pemulihan ekonomi jangka pendek dapat mengesampingkan perlindungan ekosistem jangka panjang.
Intinya: Kombinasi Respons Bencana + Tekanan terhadap Eksploitasi Alam
Dalam kunjungan ke daerah-daerah terdampak banjir dan longsor di Sumatra, Presiden Prabowo tampak membawa dua pesan utama:
-
Pemerintah bertanggung jawab atas korban dan korban bencana — bantuan cepat, pemulihan, dan dukungan darurat.
-
Kerusakan lingkungan jangan dianggap remeh — perusahaan dan pihak-pihak yang merusak hutan, lahan, atau merusak ekosistem akan diawasi ketat; metode seperti pembakaran lahan untuk membuka konsesi dilarang keras.
Dengan demikian, kebijakan Prabowo terhadap perusahaan perusak ekologi — setidaknya secara deklaratif — adalah: penegakan nol toleransi terhadap praktik merusak lingkungan, dorongan untuk restorasi dan konservasi, dan penggabungan prioritas lingkungan ke dalam respons bencana dan kebijakan jangka panjang.fs


