Dua Modus Penyelundupan Sabu Digagalkan Berkat Pengawasan Berlapis & Sinergi Internal

BerdayaNews.com, BOGOR — Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Khusus Kelas IIA Gunung Sindur kembali membuktikan bahwa aparat pemasyarakatan adalah benteng terakhir negara dalam perang melawan narkoba. Dalam kurun satu hari, Rabu (12/11), petugas berhasil menggagalkan dua kali upaya penyelundupan sabu oleh pengunjung warga binaan dengan modus penyamaran berbeda, hanya dalam selang 40 menit.

Keberhasilan kilat ini menunjukkan fungsi pengamanan lapas yang berjalan sesuai UU Pemasyarakatan, SOP keamanan, dan komitmen program nasional “Lapas Bersinar – Bersih Narkoba”.

“Ini bukan sekadar menggagalkan barang masuk. Ini tentang menjalankan mandat negara, melindungi warga binaan, dan menjaga masyarakat dari peredaran narkoba yang bisa dikendalikan dari balik tembok,” tegas Kalapas Wahyu Indarto.

Modus I: Camilan Jadi ‘Trojan Horse’, Digagalkan di Pos Pemeriksaan Barang

Pukul 10.05 WIB, tim pemeriksa barang kunjungan — M. Kartoni, Hafizh Adams (CPNS), Rikki (CPNS), serta Hafizh Adams — melakukan skrining rutin di Pos Pemeriksaan Barang (X-Ray & pemeriksaan manual lanjutan). Kecurigaan muncul saat memeriksa tas nomor antrean 15.

Petugas M. Kartoni menemukan 9 klip kecil serbuk putih diduga sabu, diselipkan di dalam kemasan snack Maxicorn merah, yang dibungkus dalam plastik hitam di antara camilan lain.

Barang dibawa oleh dua pengunjung berinisial J.S.B dan A.B.S yang menjenguk WBP A.E.A.B, penghuni Blok A.2.9.

Respons cepat langsung dilakukan melalui rantai komando internal. KPLP, Kasie Kamtib, dan tim pengamanan turun ke TKP. Pemeriksaan lanjutan menemukan 1 klip kosong di kamar hunian, lalu seluruh penghuni kamar dimintai keterangan untuk sterilisasi internal.

Modus II: Rokok & Psikotropika Jadi ‘Selubung’, Digagalkan di P2U oleh Tim Pemeriksa Perempuan

Pukul 10.45 WIB, 40 menit berselang, ancaman baru kembali muncul di Pintu Pengamanan Utama (P2U/P2K). Dua pengunjung perempuan I.S dan S.M dengan nomor antrean 20 dan 21, diperiksa oleh Delima (CPNS) dan Amanda (CPNS), dibantu Armando dan Ilham (P2U/KPLP).

Baca juga :  Inspektorat Daerah Kota Bekasi Gelar Bimbingan Teknis Pengadaan Barang/Jasa Swakelola Tipe IV bagi Camat dan Lurah

Salah satu pengunjung menunjukkan indikasi kegugupan dan pola jawab inkonsisten. Dengan pemeriksaan fisik lanjutan sesuai arahan KPLP, ditemukan:

  • 1 bungkus rokok Esse berisi klip serbuk putih diduga sabu

  • 1 butir Alprazolam (psikotropika)

  • 1 butir obat Alprazolam

Barang hendak dibawa ke kamar B.2.9 yang dihuni WBP E.M dan P.M.

Tanggung Jawab Aparat Lapas: Isolasi Modus, Sterilisasi Internal, & Limpahan Penanganan Hukum

Sebagai aparat pemasyarakatan, langkah yang dilakukan bukan hanya mengamankan barang dan orang, tetapi menjalankan fungsi keamanan, pencegahan, pembinaan, dan koordinasi penegakan hukum, meliputi:

  • Pemeriksaan berlapis (kargo, barang bawaan, dan pemeriksaan badan)
  • Memutus potensi keterlibatan internal melalui penggeledahan kamar & keterangan saksi kamar
  • Pengamanan pengunjung sesuai prosedur pidana sebelum diserahkan ke kepolisian
  • Pelimpahan barang bukti dan proses hukum ke Polres Bogor untuk penyidikan lanjutan (penyelundupan narkotika & psikotropika)

“Kami bertugas bukan hanya menjaga lapas, tapi menjaga keselamatan publik,” ujar Wahyu.

Pengawasan Pemasyarakatan = Pengawasan Publik

Pakar keamanan internal menilai bahwa bandaranya mungkin terdaftar, tapi negara bisa absen. Namun, lapas berbeda — di Gunung Sindur, negara hadir dalam bentuk aparat yang bekerja, bukan hanya dokumen.

Kawasan lapas kini menghadapi modul ancaman modern:

  • penyelundupan via makanan,

  • barang personal,

  • dan psikotropika pendamping,
    yang butuh hukum, teknologi, dan kecerdasan pengamanan manusia (human intel security).

“Ini bukti bahwa sistem pengawasan kami efektif membaca modus, cepat memutus alur, dan tidak memberi ruang dealer bekerja dari dalam,” tegas Wahyu.

Komitmen Ke Depan

Lapas Gunung Sindur terus memperkuat:
Teknologi X-Ray dan skrining manual lanjutan
Pelatihan Avsec–style detection untuk petugas pemeriksa
– Pemulihan sinyal dan pencegahan blind spot komunikasi antarblok
– Sinergi permanen dengan aparat penegak hukum (Polri–BNNP)

“Setiap celah akan kami tutup. Setiap modus akan kami patahkan. Negara tidak kalah oleh inovasi sindikat, karena aparat bekerja lebih inovatif,” pungkas Kalapas.

Tagar dan Ajakan Viral

Gunakan untuk unggahan:
#NegaraHadirDiLapas
#AparatGagalkanSabu
#LapasGunungSindurBersinar
#BentengTerakhirPerangNarkoba

Baca juga :  BPK Bongkar Aset PSU Bandung Barat Dikuasai Pihak Lain, Potensi Kerugian Negara Tembus Rp782 Miliar

Dinding Lapas Dijaga Ketat, Tetapi ‘Pasar Gelap’ Sering Dibangun Lewat Relasi, Uang, dan Modus

Munculnya upaya penyelundupan sabu di Lapas Gunung Sindur juga memantik pertanyaan publik yang lebih mendasar:

Jika sabu harganya sangat mahal, bagaimana mungkin ada warga binaan di dalam lapas yang mampu membeli barang haram itu dari luar?

Tidak bisa dimungkiri, narkotika seperti sabu adalah komoditas gelap bernilai tinggi. Dalam transaksi ilegal, 1 gram sabu berkualitas menengah bisa setara gaji bulanan pekerja harian, apalagi jika dikirim dalam klip-klip kecil untuk diedarkan di lingkungan tertutup seperti lapas.

Kenapa WBP Bisa Membeli Narkoba Mahal dari Luar? Ini Faktor-faktor Utamanya:

1. Jaringan sindikat tetap ‘beroperasi’ meski pelaku sudah di dalam
  • Penempatan WBP di lapas tidak otomatis memutus relasi mereka dengan jaringan lama.

  • Dalam banyak kasus di Indonesia, WBP yang sebelumnya terlibat jaringan narkoba di luar dapat tetap mengatur transaksi dari dalam lewat kurir eksternal, pengunjung, atau komunikasi jarak jauh.

2. Aliran uang gelap masih berjalan

Beberapa WBP:

  • Memiliki rekening luar yang masih dikendalikan jaringan

  • Mendapat sokongan dana dari dealer/organisasi di luar sebagai “biaya operasional” menjalankan pasar gelap di lapas

  • Ada juga yang menerima transfer dana lewat keluarga, tanpa keluarga mengetahui bahwa uang tersebut akan dipakai membeli narkoba

Modus ini membuat WBP tidak harus “punya uang sendiri”, melainkan sekadar menjadi node distribusi dalam jaringan yang dibiayai dari luar.

3. Bandara dan jalur logistik industri/pertambangan jadi sumber pemasukan gelap
  • Lapas yang berdekatan dengan kawasan industri besar (seperti Morowali atau kawasan logistik Tapanuli) punya mobilitas orang dan barang tinggi

  • Ini sering dimanfaatkan sebagai jalur aliran logistik barang haram terselubung, termasuk narkoba, karena kawasan padat modal memiliki perputaran uang dan logistik besar

Baca juga :  Krisis Utang Jamkesda Rp57,36 Miliar: BPK Bongkar Kegagalan Tata Kelola Pemkab Tasikmalaya, RSUD SMC di Ambang Kolaps
4. Harga mahal = margin bagi mafia untuk ‘membina’ pasar di area tertutup
  • WBP dalam lapas sering menjadi pasar captive yang sangat menguntungkan, karena pasokannya langka → harganya makin mahal

  • Hal ini membuat sindikat rela menggelontorkan dana besar demi mempertahankan pasar gelap internal

5. Modus supply-demand yang tidak alami

Di lapas:

  • Barang haram tidak dijual seperti di pasar bebas

  • Tetapi dikendalikan oleh bandar/kurir luar yang memanipulasi supply

  • Sehingga WBP bukan pembeli final, tetapi kepanjangan tangan jaringan luar yang dibayar

Jadi bukan karena mereka mampu, tetapi karena mereka digunakan untuk mengamankan pasar internal yang dibiayai dari luar.

Konsekuensinya Jika Celah Ini Dibiarkan

Jika narkoba berhasil masuk:

  • WBP rentan menjadi pengedar internal

  • Potensi kerusakan mental & kekerasan antarblok

  • Munculnya stigma bahwa lapas tidak aman

  • Ini juga bisa menghambat program pembinaan dan reintegrasi sosial, yang menjadi mandat utama aparat pemasyarakatan

“Kami menyadari, modus dan pendanaan sering digerakkan dari luar. Tetapi kami pastikan, di Gunung Sindur, jaringan luar boleh bekerja, namun narkoba tidak akan lolos masuk. Karena aparat pemasyarakatan di sini menjalankan pengawasan lebih maju, lebih cepat, dan lebih teliti dari inovasi sindikat,” ujar Kalapas Wahyu.

Lapas Gunung Sindur menegaskan realitas yang jarang dibuka secara publik:

Masalah narkoba di lapas bukan tentang siapa yang mampu membeli, melainkan tentang jaringan di luar yang masih aktif, membiayai, dan memanfaatkan WBP sebagai bagian dari peta distribusi gelap mereka.

Namun, lewat dua penggagalan dalam sehari, lapas ini menegaskan pesan kuat ke publik:

Penjara boleh menahan orang, tetapi tidak boleh menjadi ruang bisnis ilegal. Dan aparat Gunung Sindur membuktikan: pasar gelap boleh mencoba, negara tetap tidak bergeser.fs