BerdayaNews.com, Jakarta — Dua guru asal Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Abdul Muis dan Rasnal, akhirnya bisa bernapas lega setelah menerima surat keputusan rehabilitasi langsung dari Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.
Keputusan ini menandai akhir dari perjuangan panjang keduanya setelah dihukum karena dianggap melakukan pungutan liar (pungli) meski niat mereka sejatinya membantu guru honorer yang belum digaji.
Upacara penyerahan surat rehabilitasi berlangsung di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Presiden Prabowo menegaskan bahwa negara tidak boleh menghukum orang yang berbuat baik.
“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Bila mereka berbuat karena niat baik dan tanpa niat memperkaya diri, maka negara wajib hadir memulihkan keadilan bagi mereka,” ujar Presiden Prabowo.
Awal Kasus: Iuran Sukarela untuk Guru Honorer
Kisah ini bermula pada tahun 2018, ketika Rasnal (Kepala SMA Negeri 1 Masamba) dan Abdul Muis (guru sosiologi) berinisiatif menggalang iuran sukarela sebesar Rp20.000 per siswa. Dana tersebut digunakan untuk membayar honor sejumlah guru honorer yang sudah berbulan-bulan belum menerima gaji.
Iuran itu dilakukan dengan persetujuan komite sekolah dan para orang tua siswa, dan disepakati sebagai bentuk gotong royong pendidikan.
Namun, laporan masuk ke aparat penegak hukum karena kegiatan itu dianggap tidak sesuai mekanisme keuangan sekolah yang diatur dalam BOS dan peraturan daerah. Kasus pun bergulir hingga keduanya diproses hukum dengan dugaan pungutan liar dan penyalahgunaan jabatan.
Mengapa Menurut Hukum Mereka Dianggap Bersalah
Dalam putusan pengadilan saat itu, majelis hakim menilai kedua guru melanggar ketentuan administratif dan keuangan negara, khususnya:
-
Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang menyebutkan bahwa pegawai negeri dilarang memungut biaya atau menerima pembayaran di luar ketentuan yang berlaku. -
Permendikbud tentang Penggunaan Dana BOS, yang mengatur bahwa setiap bentuk pungutan terhadap siswa harus berdasarkan persetujuan tertulis dan tidak boleh dilakukan oleh pihak sekolah secara mandiri tanpa dasar hukum yang jelas.
Menurut pandangan hakim dan pemerintah daerah, tindakan Abdul Muis dan Rasnal tidak mengikuti prosedur resmi pengelolaan dana pendidikan.
Meski tidak ada bukti mereka memperkaya diri sendiri, mereka tetap dianggap bersalah secara hukum formal (maladministratif dan etik ASN) karena:
-
Melakukan pungutan tanpa dasar hukum yang sah,
-
Tidak melapor ke dinas pendidikan kabupaten dan provinsi,
-
Menggunakan status ASN untuk mengkoordinir iuran, yang menurut aturan dianggap penyalahgunaan wewenang.
Vonis pun dijatuhkan berupa hukuman satu tahun penjara dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai ASN.
Hasil Pemeriksaan Ulang: Tidak Ada Unsur Korupsi atau Kerugian Negara
Namun, dalam pemeriksaan administratif lanjutan oleh Kementerian PANRB, Kemendikbudristek, dan BKN, ditemukan fakta bahwa tidak ada unsur koruptif dalam tindakan kedua guru tersebut.
Audit internal menyimpulkan bahwa:
-
Seluruh dana digunakan untuk membayar honor guru honorer,
-
Tidak ada dana yang mengalir ke rekening pribadi,
-
Tidak ditemukan kerugian negara atau keuntungan pribadi, dan
-
Iuran dilakukan secara transparan dengan sepengetahuan komite dan wali murid.
Karena itu, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk merehabilitasi keduanya, menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan sebelumnya lebih bersifat salah tafsir hukum formal, bukan niat jahat.
“Keduanya tidak koruptif. Mereka hanya tersandung aturan administratif. Dalam konteks keadilan sosial, negara perlu memperbaiki itu,” ujar Menteri PANRB Azwar Anas dalam keterangan terpisah.
Pandangan Masyarakat: Niat Baik yang Disalahpahami
Rehabilitasi ini disambut gembira oleh masyarakat dan komunitas pendidikan di Luwu Utara.
Bagi banyak orang tua siswa, apa yang dilakukan kedua guru tersebut bukan pelanggaran moral, melainkan bentuk kepedulian terhadap sesama.
“Kami tahu dan setuju dengan iuran itu. Tidak ada paksaan, dan semuanya untuk membantu guru honorer anak-anak kami,” kata seorang wali murid SMA Negeri 1 Masamba.
Dukungan juga datang dari PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) yang menilai kasus ini harus menjadi refleksi bersama agar aturan birokrasi tidak mematikan semangat gotong royong di dunia pendidikan.
Dampak Sosial dan Perjuangan Panjang
Selama lima tahun, Abdul Muis dan Rasnal menjalani masa sulit — kehilangan status ASN, menanggung stigma sosial, dan menghadapi tekanan ekonomi.
Meski demikian, keduanya tetap mengajar secara sukarela dan aktif dalam kegiatan pendidikan di Luwu Utara.“Kami sempat berpikir tidak akan pernah kembali jadi guru. Tapi kami yakin, kebenaran pada akhirnya akan menang,” ujar Abdul Muis.
Kini, setelah surat rehabilitasi diserahkan, keduanya kembali mendapat hak sebagai ASN aktif dan akan ditempatkan kembali di satuan pendidikan sesuai rekomendasi Kementerian Pendidikan.
Presiden Prabowo: Keadilan Harus Manusiawi
Dalam pernyataannya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa keadilan tidak boleh berhenti pada tafsir hukum semata, tetapi juga harus mempertimbangkan niat, dampak sosial, dan nilai kemanusiaan.“Kita tidak boleh menghukum orang yang berbuat baik. Kita harus berani memperbaiki ketidakadilan, terutama bagi guru dan tenaga pendidik yang berjuang di lapangan,” ujar Presiden.
Hak-Hak yang Dipulihkan Melalui Keputusan Rehabilitasi Presiden
1. Pemulihan Nama Baik (Rehabilitasi Moral dan Sosial)
-
Presiden Prabowo menandatangani surat keputusan rehabilitasi yang menyatakan bahwa kedua guru tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi atau pungli dalam arti hukum.
-
Nama keduanya dipulihkan secara resmi dalam data ASN nasional (BKN), dan keterangan negatif pada rekam jejak kepegawaian dihapus.
-
Pemerintah menyampaikan surat resmi kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Dinas Pendidikan Luwu Utara bahwa Abdul Muis dan Rasnal telah dipulihkan martabat dan kehormatannya.
“Negara mengembalikan kehormatan dua guru yang telah menjalani ketidakadilan birokrasi,” ujar Menteri PANRB, Abdullah Azwar Anas.
2. Pemulihan Status Kepegawaian ASN
-
Berdasarkan hasil koordinasi antara Sekretariat Negara, BKN, dan KemenPANRB, keduanya dikembalikan ke status ASN aktif setelah sebelumnya diberhentikan tidak dengan hormat.
-
SK pemberhentian yang lama dicabut, dan keduanya dapat kembali bertugas sebagai guru di satuan pendidikan negeri.
-
Mereka juga kembali memiliki hak administratif sebagai ASN, seperti:
-
Nomor Induk Pegawai (NIP) yang aktif kembali,
-
Hak akses ke layanan kepegawaian (Simpeg, Taspen, BPJS, dan lainnya),
-
Hak mengikuti kenaikan pangkat dan golongan sesuai masa kerja yang diakui kembali.
-
3. Hak Finansial dan Kepegawaian yang Direstorasi
-
Berdasarkan aturan ASN, setelah rehabilitasi disetujui, kedua guru berhak atas pemulihan tunjangan kepegawaian yang sebelumnya ditangguhkan, termasuk:
-
Tunjangan profesi guru (TPG),
-
Tunjangan keluarga,
-
Tunjangan jabatan fungsional,
-
Serta hak pensiun penuh sesuai masa kerja.
-
-
Masa kerja selama masa pemberhentian akan dihitung kembali (rekognisi masa kerja) untuk keperluan pensiun dan kenaikan golongan.
Artinya, keduanya tidak kehilangan hak keuangan dan administratif dalam jangka panjang.
4. Hak untuk Kembali Mengajar dan Berkarier
-
Setelah rehabilitasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengeluarkan surat tugas baru yang memungkinkan keduanya kembali aktif mengajar di sekolah negeri.
-
Mereka juga berhak mengikuti pelatihan, sertifikasi, dan promosi jabatan fungsional guru, sebagaimana ASN lainnya.
“Kami akan menempatkan mereka kembali sesuai kompetensi dan panggilan tugasnya sebagai pendidik,” ujar pejabat Kemendikbudristek bidang GTK.
5. Rehabilitasi Sosial dan Perlindungan Profesi
-
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan PGRI berkomitmen memberikan dukungan psikologis dan sosial agar keduanya bisa kembali diterima di lingkungan kerja tanpa stigma.
-
Kasus ini menjadi preseden positif bahwa guru yang beritikad baik namun tersandung prosedur tidak boleh dikriminalisasi.
-
PGRI juga mengusulkan agar nama keduanya dijadikan contoh kasus pembelajaran etika profesi guru dan perlindungan hukum ASN.
6. Hak untuk Reintegrasi Sosial dan Advokasi Hukum
-
Keputusan rehabilitasi juga memberi mereka hak untuk membersihkan nama baik di publik, termasuk:
-
Penghapusan status tersangka/terpidana dari basis data hukum nasional,
-
Pemulihan hak-hak sipil seperti pengajuan jabatan publik atau pendidikan lanjutan,
-
Hak untuk menuntut klarifikasi resmi dari instansi terkait bila masih ada catatan buruk administratif.
-
Makna Rehabilitasi bagi Dunia Pendidikan
Rehabilitasi ini bukan sekadar pemulihan status individu, tetapi juga simbol kebijakan Presiden Prabowo yang berpihak pada keadilan substantif.
Negara menegaskan bahwa guru yang berbuat baik tidak boleh dihukum hanya karena terjerat birokrasi kaku.
“Ini bukan hanya keputusan hukum, tapi keputusan hati nurani,” ujar Presiden Prabowo dalam pernyataannya di Halim Perdanakusuma.
Pelajaran untuk Dunia Pendidikan
Kasus Abdul Muis dan Rasnal menjadi pelajaran penting bahwa niat baik bisa berbenturan dengan hukum bila tidak disertai administrasi yang benar. Namun, keputusan Presiden Prabowo menjadi penegasan bahwa keadilan substantif harus berdiri di atas kebenaran moral.
Dengan rehabilitasi ini, negara tidak hanya mengembalikan hak dua guru, tetapi juga memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap rasa keadilan dan kemanusiaan dalam birokrasi pendidikan.fs


